Liputan Khusus

Sempat Kabur saat Berlabuh di Uruguay, Lazuardi Kapok Jadi ABK di Kapal Asing Pencari Ikan

Sempat Kabur saat di Uruguay, Lazuardi Kapok Jadi ABK di Kapal Asing: Saya Trauma, tak ingin lagi kerja di atas kapal

MBC/Screengrab from YouTube
Sebuah tangkapan layar dari video yang dipublikasikan media Korea Selatan MBC memperlihatkan, eorang awak kapal tengah menggoyang sesuatu seperti dupa di depan kotak yang sudah dibungkus kain berwarna oranye. Disebutkan bahwa kotak tersebut merupakan jenazah ABK asal Indonesia yang dibuang ke tengah laut oleh kapal asal China. 

Karena tak kuat sering mengalami kekerasan fisik, ia memilih kabur dari kapal ketika sandar di Uruguay. Lazuardi sembunyi di kapal lain dan menghubungi penyalur untuk minta dipulangkan.

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Cerita praktik perbudakan di kapal asing penangkap ikan mencuat beberapa waktu lalu, saat video jenazah anak buah kapal (ABK) Indonesia dilarung ditengah laut ooleh kapal asing berbendera China.

Prakti perbudahakan ini membekas, hingga menimbulkan trauma mendalam bagi para mantan ABK Indonesia, yang pernah bekerja di kapal asing penangkap ikan.

Satu di antaranya adalah Lazuardi (26), di mana ia sempat kabur saat berada di Uruguay, karena tak tahan atas praktik perbudakan yang menimpanya.

Dituturkan, sudah berkali-kali menjadi ABK di kapal asing mengaku trauma.

Jadwal Acara TV Hari Ini Senin 15 Juni 2020: Net TV, GTV, MNCTV, Indosiar, Trans 7, Trans TV, ANTV

Cara Mudah Cek Kepesertaan Bansos Covid-19 Melalui Aplikasi, Simak Petunjuk Berikut Ini

Sudah Saya Anggap Anak Sendiri, Kisah Kedekatan Pak Ambo dengan Buaya di Sungai Guntung Kaltim

Begini Cara Urus Surat Keterangan Bebas Covid-19, Berikut Biaya Mandiri di Rumah Sakit

Pria warga Tegal, Jateng itu mengaku tak ingin lagi bekerja di laut, sebab sering mengalami kekerasan fisik. Kepada Tribun Jateng ia bercerita, sejak tamat SMP sudah menjadi ABK.

Namun pada saat itu dirinya masih sebatas berlayar di perairan dalam negeri.

Barulah di 2013 ia mencoba peruntungan bekerja di kapal asing berbendera Taiwan.

"Alasannya karena dengar dari teman kalau kerja di kapal asing bayarannya lebih banyak tiga kali lipat dibanding berlayar di lokal," katanya.

Pengalaman pertama berlayar lintas negara di kapal asing berujung buruk.

Dari perjanjian dua tahun kontrak kerja, Lazuardi hanya mampu bertahan lima bulan.

Alasannya karena banyak mengalami kekerasan non-verbal.

"Nggak betahnya karena dari cara omongan bos kapal yang nggak enak bikin sakit hati."

"Selain itu sesama teman sekapal terjadi perselisihan, semuanya ABK dari Indonesia, tapi ada satu cekcok adu mulut hampir bacok," ujarnya.

Proses pemulangan Lazuardi berjalan lancar dan tidak merasa dipersulit.

Dirinya pada saat itu menghubungi agensi penyalur dan menyatakan pengunduran diri serta meminta tiket pesawat untuk penerbangan pulang dari Taiwan.

"Awalnya bos kapal nggak berkenan kalau saya mengundurkan diri. Tapi saya ngotot bilang ke agensi dan akhirnya dapat penerbangan pulang setelah nunggu seminggu," imbuhnya.

Sesampainya di Indonesia, tak lama kemudian Lazuardi mendaftar lagi ke penyalur ABK kapal asing.

Kali ini ia mendapat kontrak dua tahun bekerja di kapal berbendera Cina. Ia hanya bertahan satu tahun.

Alasannya karena mandor kapal suka main tangan, baik saat ABK melakukan kesalahan atau tidak.

ABK sesama WNI tidak kompak sehingga tidak berani melawan.

Karena tak kuat sering mengalami kekerasan fisik, ia memilih kabur dari kapal ketika sandar di Uruguay.

Lazuardi sembunyi di kapal lain dan menghubungi penyalur untuk minta dipulangkan.

"Saya nunggu sekitar dua minggu sampai akhirnya dikasih tiket pulang," katanya.

Tahun 2018 ia kembali lagi menjadi ABK kapal asing berbendera Cina.

Namun pada saat itu Lazuardi bisa merampungkan masa kerjasama kontrak kerja dua tahun.

Meski juga mengalami kekerasan fisik, ia harus tetap bertahan.

Kerja di kapal asing rata-rata bergaji 350-450 dollar AS per bulan.

Hanya 50 dollar yang diterima di atas kapal, sisanya langsung disetorkan ke rekening dan setelah kembali ke Indonesia baru bisa diambil.

Selama dua tahun bekerja di kapal Cina, Lazuardi menerima upah sekitar Rp 100 juta.

"Kalau dari upah sebenarnya lumayan bekerja di kapal asing dibanding lokal, tapi kekerasan fisik yang bikin nggak betah," imbuhnya.

Saat ini Lazuardi fokus sekolah bahasa Korea. Ia sedang berusaha mendaftar kerja sebagai buruh pabrik di Korea.

Dia mengaku kapok kerja di atas kapal penangkap ikan berbendeera asing.

Jateng kantong ABK Indonesia

Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, menyatakan, perlunya perlindungan ABK sebelum mereka berangkat kerja dan naik kapal.

"Upaya pemberatan hukuman sesuai UU 21/2007 tentang TPPO belum efektif berlaku dan memberi efek jera. Mari kita kawal kasus yang saat ini ditangani Polda Jateng terkait hal tersebut," kata Abdi, Sabtu (13/6).

Jateng adalah kantong ABK di dalam dan luar negeri. Perlindungan kepada mereka harus sudah dimulai sejak sebelum berangkat naik kapal.

Penyadaran kepada mereka tentang risiko kerja serta kompetensi yang harus dimiliki ketika berada di laut harus diberikan.

"Jangan cuma iming-iming gaji dollar tanpa tahu resiko. Ada kasus yang sedang ditangani Polda Jateng dengan tersangka pimpinan PT MTB," kata Abdi.

Korban kerja paksa dan perdagangan orang yang dialami awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera China terus bertambah.

Terbaru, Fisher Centre Bitung melaporkan pada hari Jumat, 5 Juni 2020, dua orang awak kapal perikanan Indonesia atas nama Reynalfi dan Andri Juniansyah melompat dari kapal ikan China LU QIAN YUA YU 901 saat kapal melintasi Selat Malaka.

Kenapa mereka sampai lompat ke laut?

Karena awak kapal perikanan itu mendapat perlakuan menyakitkan, diintimidasi, mengalami kekerasan fisik dari kapten dan sesama ABK asal China.

Setelah mengapung selama 7 jam, mereka akhirnya ditemukan dan ditolong nelayan Tanjung Balai Karimun, Kepri.

Dugaan kerja paksa mengemuka setelah ditemukan adanya praktik tipu daya, gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak layak, ancaman dan intimidasi yang dirasakan Andri dan Reynalfi.

Moh Abdi Suhufan mengatakan, kejadian tersebut merupakan insiden ke enam dalam kurun waktu delapan bulan ini.

Pada periode November 2019-Juni 2020 pihaknya mencatat 30 orang awak kapal Indonesia yang menjadi korban kekerasan dalam bekerja di kapal China dengan rincian tujuh orang meninggal, tiga orang hilang dan 21 orang selamat.

"Atas banyaknya kejadian ini, DFW-Indonesia meminta pemerintah Indonesia untuk secepatnya melakukan moratorium pengiriman ABK ke luar negeri terutama yang bekerja di kapal ikan China baik legal maupun ilegal," kata Abdi.

Dijelaskannya, dari kasus yang menimpa Andri dan Reynalfi berdasarkan hasil screening yang dilakukan oleh Fisher Centre Bitung terhadap aduan yang disampaikan keluarga korban, bahwa sejak bekerja lima bulan lalu, mereka tidak pernah menerima gaji.

"Sejak berangkat tanggal 24 Januari 2020, mereka tidak pernah menerima upah dari perusahaan perekrut dan bahkan megalami tindak kekerasan fisik dan intimidasi di atas kapal,” kata Abdi.

Dalam dokumen yang diperoleh oleh Fisher Centre Bitung, Andry Juniansyah seharusnya mendapatkan gaji sebesar USD 430/bulan.

Sementara itu, Field Manager SAFE Seas Project DFW-Indonesia yang juga staf pengelola Fisher Centre Bitung, Laode Hardiani mengatakan, korban Andri Juniansyah sebelumnya direkrut oleh PT DPG lewat agen atau sponsor penyalur bernama SYF.

Andry dijanjikan dipekerjakan di perusahaan di Korea dengan gaji Rp 25 juta/bulan. Sebelum bekerja Andry dan Reynalfi harus membayar sejumlah atau “ngecash” ke seseorang bernama SFY.

"Mereka masing-masing bayar Rp40-45 juta," kata Laode Hardiani.

Ketua DPD Pergerakan Pelaut Indonesia, Sulawesi Utara, Anwar Dalewa mengatakan bahwa Andry Juniansyah dan Reynalfi merupakan korban sindikasi perdagangan orang yang melibatkan manning agent ilegal di dalam negeri dan jejaring internasional.

“Mereka telah ditipu sejak awal perekrutan, diangkut dan dipindahkan dari kapal LU QIANG YU 213 ke kapal LU QIAN YUAN YU 901 yang melakukan operasi penangkapan ikan di Samudera Hindia,” kata Anwar.

Pihaknya menyarankan Polri segera melakukan penyelidikan terkait dugaan perdagangan orang sesuai UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Bahwa di atas kapal LU QIAN YUAN YU 901 yang saat ini sedang berada di perairan Singapura masih ada 10 orang ABK Indonesia yang terindikasi juga menjadi korban kerja paksa dan perdagangan orang.

Pada pasal 59 UU 21/2007 memberikan kewenangan dan kewajiban kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan kerjasama internasional yang bersifat bilateral maupun multilateral guna melakukan pendegaran dan pemberantasan TPPO. (tim)

MA Minta Ditjen HKI Coret Pendaftaran 6 Merek Dagang Geprek Bensu yang Diajukan Ruben Onsu

Lettu CPN Vira Yudha Bagus Senastri Korban Kecelakaan Heli Kendal Meninggal Setelah Seminggu Dirawat

New Normal Pasar Minggon Gor Satria Purwokerto Belum Berlaku, Masih Tahap Pembahasan

Barcelona Tolak Tawaran Rp1,6 Triliun untuk Ansu Fati dari Manchester United

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved