Berita Banjarnegara
Melihat Budaya Bersih Pelajar Jepang Melawan Corona dari Kacamata Direktur Politeknik Banjarnegara
Meningkatnya kasus penyebaran virus Corona di Indonesia membuat panik masyarakat. Dari hari ke hari, jumlah warga yang terinfeksi Corona meningkat.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: Rival Almanaf
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Meningkatnya kasus penyebaran virus Corona di Indonesia membuat panik masyarakat.
Dari hari ke hari, jumlah warga yang terinfeksi Corona meningkat, bahkan beberapa di antaranya dinyatakan meninggal.
Pemerintah Indonesia yang sempat mengklaim negaranya bebas Corona, kini ikut kewalahan juga menghadapi penyebaran virus ini.
Masyarakat berbondong-bondong memborong masker, hingga menyerbu pasar-pasar untuk membeli rempah untuk menangkal virus Corona.
Sayangnya, perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS) masyarakat justru jarang mendapat perhatian.
• Begal Payudara di Kesugihan Kembali Gentayangan, Kapolsek: Korban Silakan Proaktif Melapor
• Ruang Layanan Umum dan Layanan Tahanan Mapolresta Banyumas Disemprot Disinfektan
Padahal masalah kebersihan menjadi faktor penting penularan virus, tak terkecuali Corona.
Sementara harus diakui, budaya PHBS masyarakat masih sangat rendah.
Kondisi ini tentunya memperbesar tingkat risiko penularan virus Corona.
Di antara kelompok rentan untuk menyebarkan virus adalah anak-anak karena dunianya yang sangat aktif.
Sayang, perhatian terhadap masalah PHBS kelompok ini masih sangat kurang.
"Anak-anak aktif menyentuh apa saja."
"Mungkin menularnya bukan anak ke anak karena imunitas mereka tinggi."
"Tapi bisa jadi kuman yang masih menempel menular ke lansia di rumah," kata Dr. Tuswadi, Direktur Politeknik Banjarnegara yang merupakan jebolan Universitas Hiroshima Jepang.
Ini berbeda dengan pendidikan di Jepang.
• UPDATE: 19 Pasien Positif Terinfeksi Corona Meninggal Dunia, 12 Ada di DKI Jakarta
• UPDATE: Total Pasien Positif Corona 277 Orang, Bertambah 55 Kasus dari Sehari Sebelumnya
Di negeri Sakura itu, kata Tus sejak duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), anak-anak sudah mendapatkan pendidikan perilaku hidup sehat.
Anak-anak sejak belia sudah dianamkan cinta terhadap keindahan.
Ilmuwan dari Akademi Ilmuwan Muda Indonesia itu mencontohkan, anak-anak PAUD di Jepang terbiasa mencopot sepatu saat memasuki ruang kelas.
Mereka diajarkan dan sadar, sepatu yang alasnya kotor berpotensi membawa kuman.
Anak-anak di Jepang juga dibiasakan mencuci tangan dan kaki menggunakan sabun agar terbebas dari kuman.
Bahkan untuk urusan buang air pun, mereka diajarkan tata cara bersuci yang benar menggunakan tisu dan air.
Pihak sekolah pun menjamin sarana toilet yang bersih dan memadai serta tersedia sabun cair.
Termasuk, hand sanitizer yang terpasang di depan kelas.
"Mereka terbiasa dan itu sudah terstruktur,"katanya.
Selepas PAUD, saat duduk di bangku SD dan seterusnya, kebiasaan itu pun berlanjut.
• Karena Ulah Geng Motor, Jari Tangan Catur Nyaris Putus, Dibacok Pakai Pedang di Mugassari Semarang
• Barcelona Siap Lepaskan, Dua Klub Liga Inggris Saling Sikut Berebut Samuel Umtiti
Pengetahuan mereka tentang kebersihan semakin matang.
Pada fase ini, siswa sudah bisa saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan.
Bahkan, menurut Tus, siswa diberi jadwal piket untuk memeriksa dan memastikan teman-temannya sudah berperilaku hidup bersih sesuai aturan.
Bukan hanya disiplin kebersihan, anak-anak juga diberi jadwal piket untuk menyiapkan kelas atau menata meja kursi, hingga menyiapkan makan siang bersama.
Pelajar di Jepang dibiasakan makan bersama dengan makanan yang telah diatur gizinya dari pihak catering.
Siswa yang kebagian piket bukan hanya membagikan jatah makanan ke teman-temannya.
Mereka juga mengumumkan kandungan gizi dan besaran kalori makanan yang akan dinikmati bersama.
Menu makanan setiap harinya pun bervariasi sesuai kebutuhan gizi anak.
"Otomatis anak-anak jadi tahu, makanan yang sehat seperti apa."
"Misal Soto gizinya apa, kalorinya sekian. Jadi mereka juga belajar di situ,"katanya
Pengetahuan anak tentang pola hidup dan makan yang sehat itu pun dibawa dan dipraktikkan mereka saat kembali ke rumah.
Kondisi ini tentu jauh berbeda dengan umumnya sekolah di Indonesia.
• Musim Depan Liverpool Berpotensi Comot Tiga Bintang Bundesliga Seharga Rp3 Triliun
• Bagaimana Nasib Program Mudik Gratis 2020, Setelah Masa Darurat Covid-19 Diperpanjang, Ditiadakan?
Penanaman perilaku hidup sehat belum menjadi perhatian serius penyelenggara pendidikan di negeri ini.
Ia mencontohkan sarana toilet sekolah yang masih banyak tidak dilengkapi sabun cair.
Padahal penggunaan sabun saat cuci tangan ini penting karena belum tentu kuman hilang hanya dengan dibasuh air.
Belum lagi pola makan anak di sekolah yang kurang sehat karena dibiarkan jajan makanan tak sehat.
Kantin sekolah pun belum tentu higienis dan menjajakan makanan sehat.
Padahal makanan tak sehat bisa menjadi sumber penyakit bagi anak.
Kini, saat isu penyebaran virus Corona merebak, masyarakat Indonesia kebingungan hingga mulai muncul banyak kampanye PHBS.
Sementara di Jepang, ada atau tidak ada wabah, PHBS sudah membudaya di kalangan masyarakat sejak belia. (aqy)