Berita Cilacap
Napiter Nusakambangan Cilacap Ceritakan Ketakutannya Saat Menolak Baiat ISIS, Dia Halal Dibunuh
Seorang terpidana mati pengeboman Kedubes Australia, Ahmad Hassan, bercerita tentang ketakutannya saat menghindar dari baiat ISIS di Nusakambangan.
"Mata kanan saya tak bisa melihat, ini terjadi saat penyidikan," ceritanya kepada korban pengeboman Kedutaan Besar Australia, Iwan Setiawan, saat ia menyampaikan bantahan mengenai keterlibatannya dalam pengeboman itu.
Cerita yang kemudian dibantah oleh Hassan, yang mengatakan mereka memiliki peran yang sama sebagai petugas pengantar bahan peledak atas perintah Noordin M Top dan Azahari, dua pentolan Jemaah Islamiyah asal Malaysia.
Pengeboman itu menewaskan sembilan orang dan melukai sekitar 160 orang lainnya.
Namun, ketika ditanyakan mengapa ia tidak mau menandatangani surat kesetiaan kepada NKRI--syarat untuk dipertimbangkan pindah ke lapas yang lebih rendah pengawasannya--Rois mengelak dan mengatakan ingin mempelajarinya terlebih dahulu.
Selain keterlibatan dalam pengeboman Kedutaan Besar Australia pada September 2004, Rois juga dituding menggerakkan Bom Thamrin Jakarta pada 2016, bersama Aman Abdurrahman, dari balik jeruji penjara di Nusakambangan.
Hal ini terungkap dalam persidangan Aman Abdurrahman pada 2015, yang menghadirkan saksi Saiful Muhtorir alias Abu Gar, yang menyatakan bertemu Rois tiga kali di Nusakambangan untuk membicarakan rencana penyerangan di Jakarta itu.
Para narapidana, termasuk narapidana terorisme (napiter), berdasarkan aturan yang ada, berhak mendapatkan kunjungan tamu dua kali dalam satu minggu.
Ahmad Hassan, terpidana mati, yang saat ini mendekam di Lapas Permisan--yang berjarak sekitar setengah jam naik bus dari Lapas Batu--sempat berada dalam satu sel bersama Rois dan Aman.
Di Lapas Permisan, penjagaan tidak seketat di Batu dan para petugas tidak menggunakan penutup wajah.
"Waktu itu Aman Abdurahman datang ke (Lapas) Kembang Kuning. Banyak yang baiat. Dia masuk ke blok warga binaan yang lain … mereka memaksa supaya pahamnya sama dengan mereka," cerita Hassan.
Pendirian Jamaah Ansarut Daulah (JAD) pada 2014 oleh Aman Abdurrahman disebutkan jaksa penuntut dalam pengadilan pada 18 Mei 2018.
Jaksa Anita Dewayani saat itu menyatakan, "Adalah fakta, bahwa sekitar Oktober 2014, Aman Abdurrahman memanggil Marwan alias Abu Musa, Zainal Anshori alias Abu Fahry untuk datang menjenguknya di Lembaga Pemasyarakatan Kembang Kuning Nusakambangan, dan pada saat itu terdakwa menyampaikan tentang Daulah Islamiyah ISIS pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi, dan umat Islam wajib mendukungnya."
Wadah tersebut, kata jaksa, oleh Marwan dinamakan "Jamaah Ansharut Daulah atau JAD yang maknanya adalah jemaah pendukung daulah."
Saat baiat inilah, Hassan menyatakan mengalami sendiri apa yang terjadi saat itu.
"Saat ramai-ramainya baiat ISIS, itu saya enggak bisa tidur, saya takut.