Metode Social Network Analysis Disebut Pakar Bisa Ungkap Aliran Dana Jiwa Sraya
Kasus Jiwasraya hingga kini masih santer berhembus. Berbagai sangkaan pun muncul, bahkan dikaitkan dengan Kantor Staf Kepresidenan.
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Kasus Jiwasraya hingga kini masih santer berhembus. Berbagai sangkaan pun muncul, bahkan dikaitkan dengan Kantor Staf Kepresidenan, serta penggunaan dana untuk Pilpres 2019 lalu.
Sejumlah pakar pun mengemukakan pendapatnya mengenai kasus yang menyebabkan kerugian mencapai Rp 13,7 triliyun lebih itu.
Seperti diungkapkan mantan tim cyber 01, Solichul Huda, selaku pakar IT yang juga menjadi Direktur Indonesia Efraud Watch (IEW).
Menurutnya, permintaan anggota Komisi III DPR dari fraksi Demokrat, untuk menelusuri follow the man, follow the money, memberatkan kinerja Kejagung dalam hal pengungkapan kasus.
• Tiga Negara di Asia Tenggara Sudah Terjangkit Virus Corona, Mana yang Paling Dekat Indonesia?
• Berikut Jadwal La Liga Spanyol Pekan ke 21, Ada Valencia Melawan Barcelona
"Dalam kasus itu, Kejagung menemukan adanya fee broker mencapai Rp 45 miliar yang menyalahi aturan. Sebenarnya temuan itu menjadi jalan pengungkapan kasus. Namun permintaan DPR RI untuk menelusuri follow the man, follow the money, membuat kinerja Kejagung lebih berat," paparnya, Kamis (23/1/2020).
Dilanjutkannya, guna memudahkan kinerja Kejagung, metode Social Network Analysis bisa diterapkan.
"Untuk menguak pusaran kasus Jiwasraya, metode tersebut bisa diterapkan.
Pertama, penyidik Kejagung mengidentifikasi dan menyita semua perangkat komunikasi dan sosial media yang dimiliki para tersangka.
Perangkat itu disita untuk uji forensik, agar memunculkan semua dokumen yang masih ada maupun yang sudah terhapus," jelasnya.
• Setelah Mencuatnya Kasus Jiwasraya dan Asabri, Menteri BUMN Erick Thohir Sering Dapat Ancaman
• Mahfud MD Cium Skandal Mega Korupsi di Asabri. Nilainya Fantastis, Tak Kalah dari Jiwasraya
Dikatakan Huda, dari dokumen yang ditemukan, penyidik bisa menganalisis email, sosial media dan riwayat telepon untuk memperoleh komunikasi yang pernah dilakukan lewat perangkat.
"Dari analisis yang dilakukan akan diketahui kemungkinan siapa yang ada dipusaran kasus Jiwasraya, serta dapat diketahui ada atau tidaknya keterkaitan lawan komunikasi dengan kasus tersebut," ucapnya.
Ia menambahkan, permintaan DPR untuk melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dirasa kurang efektif.
"PPATK dilibatkan untuk membantu penelusuran aliran uang, namun keterlibatan PPATK dalam audit kurang efektif, jika aliran uang berupa uang cash dan bukan melalui transaksi perbankan," tambahnya.(*)