Berita Banyumas

Lansia Banyumas Hidup di Gubuk Reyot dan Mengais Gabah saat Anggota DPRD Terima Tunjangan Fantastis

Kesenjangan sosial antara anggota DPRD Banyumas dan masyarakat sangat nyata, ada yang harus tinggal di gubuk reyot atau mengais gabah demi hidup.

Penulis: rika ira | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/DOK WARGA
GUBUK REYOT - Kondisi gubuk tempat tinggal lansia kakak beradik Ngadiyem dan Tukimin, di Desa Bangsa, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (1/10/2025). 

Ngadiyem bahkan tak tahu kapan terakhir kali tidur layak.

Baca juga: Ketimpangan Sosial di Banyumas Nyata: Lansia Kakak Adik Hidup di Gubuk Reyot di Desa Bangsa Kebasen

Di saat yang sama, di pusat kota, angka-angka fantastis mengalir setiap bulannya ke rekening para wakil rakyat Banyumas

Nilai yang bila dibandingkan dengan gubuk Ngadiyem, nyaris tak masuk akal.

Mengais Gabah

MENGAIS GABAH - Dua perempuan tengah mengais gabah sisa panen di sawah Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (8/9/2025).
MENGAIS GABAH - Dua perempuan tengah mengais gabah sisa panen di sawah Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (8/9/2025). (TRIBUNBANYUMAS/PERMATA PUTRA SEJATI)

Di wilayah lain di Banyumas, kesenjangan hidup juga diperlihatkan Risah (67).

Tangannya begitu cekatan memungut bulir gabah yang tercecer di antara jerami mengering di bawah terik matahari Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Senin (8/9/2025). 

Risah bukanlah petani pemilik sawah, bukan pula buruh harian yang diberi upah tetap.

Ia hanya pencari sisa panen, pekerjaan sunyi yang dilakoni sejak belasan tahun lalu.

"Lumayan buat makan, kadang dapat dua kilogram (gabah), kadang lima kilogram."

"Tapi ya, tergantung nasib," ucapnya pelan kepada Tribunbanyumas.com.

Setiap pagi pukul enam, dia bersiap.

Baca juga: Cerita Lansia Banyumas Bertahan Hidup dari Mengais Gabah Sisa Panen di Sawah. Kemana Pemerintah?

Membawa tampah dan tumbu, ia mulai menjelajahi sawah-sawah yang selesai dipanen.

Saat mesin pemotong padi meninggalkan jejak tumpukan jerami di pematang sawah, di situlah dia mulai bergerak bersama beberapa perempuan lain, mengais gabah yang bisa diselamatkan.

Namun, hasil gabah yang didapat Risah saat ini makin menurun seiring penggunaan mesin panen modern yang meninggalkan lebih sedikit gabah.

"Sekarang bersaing sama lima sampai enam orang juga." 

"Kadang, pulang cuma bawa dua kilo," katanya. 

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved