Berita Jateng
Proyek Perumahan Mewah Sapphire Mansion di Banyumas Tetap Jalan Meski izin Bermasalah
truk pengangkut material terus keluar-masuk kawasan, sementara sejumlah pekerja tetap beraktivitas di lokasi proyek.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Spanduk larangan di gerbang utama perumahan mewah Sapphire Mansion di Desa Karangrau, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, seolah dihiraukan.
Meski jelas tertulis segala bentuk pembangunan dilarang dilakukan sebelum terbitnya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), aktivitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Pantauan warga memperlihatkan truk pengangkut material terus keluar-masuk kawasan, sementara sejumlah pekerja tetap beraktivitas di lokasi proyek.
Pendiri Yayasan Tribatha Banyumas, Nanang Sugiri, menilai aktivitas pembangunan tersebut jelas melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021, yang mengatur bahwa setiap bangunan wajib memiliki PBG sebelum pelaksanaan konstruksi dimulai.
"Warga menyebut pembangunan dan penjualan rumah tetap berjalan seolah tidak terjadi pelanggaran hukum," ujar Nanang, kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (7/11/2025).
Menurutnya, kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap proyek perumahan yang seharusnya tunduk pada aturan perizinan.
Baca juga: Anak Bunuh Ayah di Karangreja Purbalingga, Polisi Dalami Motif
Selain soal izin, proyek Sapphire Mansion juga disorot karena dugaan manipulasi nilai appraisal dalam skema tukar guling tanah desa.
Rumah Mewah
Nanang menyebut, sejumlah indikasi kejanggalan muncul, di antaranya:
Sertifikat rumah yang dijual masih berstatus Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (RSS), padahal bangunan fisiknya tergolong mewah.
Kondisi ini bisa menyebabkan potensi kerugian negara, karena pajak dan retribusi dihitung dari nilai bangunan yang lebih rendah.
Tanah bengkok Desa Karangrau yang ditukar untuk proyek disebut warga memiliki nilai pengganti yang tidak sepadan.
Ada dugaan tim appraisal tidak independen atau sengaja menekan nilai agar proyek tetap menguntungkan pihak pengembang.
Beberapa unit rumah bahkan sudah dipasarkan melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR), meski proyek belum mengantongi izin bangunan resmi.
"Dugaan pelanggaran ini menunjukkan pola manipulasi nilai yang sistematis mulai dari tukar guling tanah yang ditekan, appraisal rendah untuk menekan pajak, hingga penjualan rumah tanpa izin yang menyesatkan konsumen dan lembaga keuangan," kata Nanang.
Yayasan Tribhata Banyumas mendesak Pemkab Banyumas segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.
Mereka mengajukan empat langkah mendesak, yakni:
1. Penyegelan total area proyek Sapphire Mansion hingga izin resmi diterbitkan.
2. Audit independen terhadap appraisal tanah dan proyek oleh lembaga bersertifikat (MAPPI).
3. Pemeriksaan terhadap bank yang meloloskan KPR tanpa dokumen izin bangunan.
4. Publikasi hasil audit secara terbuka demi transparansi dan pemulihan kepercayaan publik.
Nanang menegaskan, pelanggaran dalam proyek tersebut tidak bisa dianggap sebagai kesalahan teknis biasa.
"Bangunan tanpa izin adalah pelanggaran; appraisal palsu adalah pengkhianatan; dan diamnya pemerintah adalah kejahatan yang lebih besar," tegasnya.
Menurutnya, ketika hukum tak lagi ditegakkan dengan benar, maka masyarakat akan menertawakan aturan yang seharusnya menjadi dasar keadilan.
"Jika dibiarkan, praktik semacam ini bukan hanya merugikan pendapatan daerah, tapi juga mencederai rasa keadilan publik," tambahnya. (jti)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banyumas/foto/bank/originals/SAPHIRE-MANSION-perumahan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.