Berita Banyumas
Aneh Perbup Soal Tunjangan DPRD Banyumas Berlaku Dulu Baru Ditetapkan Kemudian, Tidak Sah?
Dalam Perbup No.9 Tahun 2024, lanjut dia, Perbup ditetapkan pada bulan April namun berlaku surut sejak Januari.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Sejumlah pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menyoroti kejanggalan hukum dalam penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Banyumas terkait pemberian tunjangan kepada anggota DPRD.
Pemberlakuan Perbup No. 9 Tahun 2024 yang mengatur soal keuangan, terutama tunjangan, tanpa dasar yang kuat dari Peraturan Daerah (Perda) berpotensi melanggar asas hukum perundang-undangan.
Termasuk berlakunya secara surut yang dinilai tidak sah.
Pakar Hukum Administrasi Negara Unsoed, Prof Abdul Aziz Nasihuddin, mengungkapkan keprihatinannya terkait prosedur hukum yang ditempuh dalam pemberlakuan Perbup tersebut.
Dia melihat hal ini dari sisi hukum perundang-undangan.
"Pertama, itu kan antara pemberlakuan itu dengan penandatangan kan, lebih dulu tanggal penetapan untuk pemberlakuan ya dari pada penandatanganan di Perbupnya.
Artinya disitu kan sebetulnya berlaku surut ya," katanya.
Menurut dia, kejanggalan berikutnya terletak pada substansi keuangan yang justru tidak dituangkan dalam Perda, melainkan langsung diatur dalam Perbup.
Padahal, berdasarkan sistem perundang-undangan yang berlaku, semua aturan yang menyangkut keuangan seharusnya ditetapkan melalui Perda.
"Yang menjadi masalah kan ini soal keuangan.
Kok tidak di Perda, malah di Perbup? Ini agak aneh.
Karena segala sesuatu yang bersifat keuangan itu pasti dipreview di tingkat provinsi. Kalau itu produk hukum dari kabupaten/kota, ya seharusnya Perda.
Kenapa kok keuangan malah di Perbup? Ini patut dipertanyakan," ucapnya kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (19/9/2025).
Prof Aziz menduga kemungkinan ada kelalaian dalam proses harmonisasi peraturan saat itu.
"Apa ini dulu luput dari harmonisasi? Ini perlu dirunut.
Apakah memang ada amanah dari Perda untuk membuat Perbup soal keuangan ini? Kalau tidak ada, ya tidak sah," jelasnya.
Baca juga: Bentangkan Spanduk Belajarlah dari Nepal, Ini Daftar 6 Tuntutan Massa Pati untuk DPRD
Hal itu karena Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 soal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan itu jelas melarang peraturan yang dibuat tanpa dasar atau amanah dari aturan di atasnya.
"Nah pertanyaannya di Perda itu memang ada? kenapa? sampai di Perbup ada mengatur tentang keuangan.
Kalau memang ada amanah itu, apa iya Perbup boleh mengatur tentang keuangan itu kan pengenaan uang namanya itu hak kewajiban itu mestinya kan dipublis gitu kan," jelasnya.
Ia menegaskan, apabila tidak ada amanah dari Perda, maka Perbup tersebut termasuk produk hukum yang bersifat "amanat blanko" yaitu peraturan yang dibuat tanpa perintah atau dasar yang jelas.
"Kalau tidak diperintahkan, ya tidak boleh.
Perbup itu produk eksekutif.
Kalau di Perda, itu dibahas bersama legislatif dan eksekutif sehingga terbuka.
Tapi Perbup belum tentu diketahui publik secara luas," paparnya.
Adapun materi substansi keuangan, apabila dilihat di undang-undang pemerintahan contohnya seperti tarif retribusi, terus APBD, semuanya itu menyangkut keuangan Itu dengan perda.
"Ini kan kalau memang ada amanahnya di dalam Perda, maka Perbup, ini juga perlu ditanyakanlah.
Kok memberikan tunjangan kok malah jadi diatur oleh eksekutif gitu kan," tegasnya.
Adapun aturan daerah yang mengatur hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah Kabupaten Banyumas secara sah tertuang dalam Perda No. 6 Tahun 2017.
Soal pemberlakuan surut, Prof Aziz menilai hal itu juga tidak dibenarkan secara hukum, apalagi berkaitan dengan keuangan.
Ia mencontohkan skenario yang menggambarkan potensi ketidakadilan.
"Yang menguntungkan sih enak saja, tapi kalau misalnya yang merugikan.
Misalnya pada waktu itu aturannya mengatur tidak kena pajak, terus sekarang dinyatakan kena pajak dan berlaku surut. kira-kira terima enggak ya," katanya.
Dalam Perbup No.9 Tahun 2024, lanjut dia, Perbup ditetapkan pada bulan April namun berlaku surut sejak Januari.
Hal ini memungkinkan anggota DPRD menerima rapelan tunjangan dari Januari hingga April.
"Kalau misalnya ditetapkan bulan ini dan mendapatkan uang juga bulan ini, itu sah.
Tapi kalau ditetapkan bulan ini, lalu mendapatkan rapelan dari Januari atau bulan sebelumnya, ya tidak sah.
Menurut saya itu tidak benar dari sisi hukum perundang-undangan," tegasnya. (jti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.