Berita Banyumas

Pengakuan Anggota DPRD Banyumas Soal Penghasilan Fantastis, Dalih Buat Ngopeni Tim dan Iuran Partai

Ia juga menyoroti apakah saat masa reses anggota dewan benar-bebar menyerap aspirasi atau tidak. 

Permata Putra Sejati
GAJI DPRD BANYUMAS - Suasana ruang rapat di Gedung dewan DPRD Banyumas, Juli 2025. Salah satu anggota DPRD Banyumas yang tidak ingin disebutkan namanya, atau sebut saja X, mengatakan dengan gaji dan tunjangan yang diterima saat ini tidaklah cukup. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Salah satu anggota DPRD Banyumas yang tidak ingin disebutkan namanya, atau sebut saja X, mengatakan dengan gaji dan tunjangan yang diterima saat ini ternyata tidaklah cukup. 


Meskipun dikatakan besar dari segi nominal, tetapi dana-dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan yang sifatnya tuntutan dari para konstituen dan partainya itu sendiri. 


"Kami ada kewajiban iuran ke Partai.  


Masing-masing Partai nominal iurannya berbeda-beda," kata X kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (30/8/2025). 


Ia menyampaikan ada salah satu partai di parlemen dewan DPRD Banyumas yang nominalnya iuran ke partainya minimal 20 persen. 


"Itu adalah yang rutin diberikan dan belum yang sifatnya insidental. 


Belum lagi harus meladeni berbagai proposal dari masyarakat. 


Misalkan saja berbagai acara misalkan peringatan 17 Agustusan, Maulidan, Rajaban, Syawalan, Tahun Baru," ujarnya. 


Itu semua adalah kegitan yang banyak membutuhkan dukungan dana. 


"Belum lagi kalau sedang musim kondangan, macam-macam pokoke tuntutan publik. 


Ora cukup Mas. Belum lagi yang waktu kampanye pakai biaya hutang.


Ngopeni Tim, Ngopeni struktur, Ngopeni duafa," terangnya. 


Pihaknya mengamini betul dengan gaji segitu dengan banyaknya permintaan dari sana sini terkadang malah tidak cukup memenuhi semuanya. 


Berdasarkan regulasi nasional dan ketentuan daerah, total penghasilan anggota DPRD Banyumas bisa mencapai antara Rp36 juta hingga Rp45 juta per bulan. 


Angka ini sudah termasuk gaji pokok, berbagai tunjangan, serta kompensasi transportasi dan komunikasi yang diterima rutin setiap bulan.


Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD serta Permendagri Nomor 62 Tahun 2017, berikut ini adalah komponen penghasilan anggota DPRD kabupaten/kota di Indonesia:


Gaji Pokok / Uang Representasi: Rp2.100.000


Tambahan Uang Representasi: Rp1.575.000


Uang Paket: Rp157.000


Tunjangan Jabatan: Rp2.283.750


Tunjangan Keluarga: Rp220.000


Tunjangan Beras: Rp289.000


Tunjangan Alat Kelengkapan DPRD: Rp91.350


Tunjangan Reses: Rp2.625.000


Tunjangan Perumahan: Rp12.000.000


Tunjangan Komunikasi Intensif: Rp10.500.000


Tunjangan Transportasi: Rp12.000.000


Apabila dijumlahkan, total kompensasi anggota DPRD kabupaten/kota dapat mencapai sekitar Rp45 juta per bulan, sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh 21) sebesar 15 persen.

Baca juga: Waduh! Susu Kedelai MBG di Ngawen Blora Tidak Layak Konsumsi


Di Banyumas, terdapat beberapa penyesuaian sesuai dengan kebijakan lokal. 


Peraturan Bupati (Perbup) Banyumas Nomor 96 Tahun 2020, yang merupakan perubahan keempat atas Perbup Nomor 66 Tahun 2017, mengatur bahwa anggota DPRD menerima tunjangan transportasi sebesar Rp12.500.000 per bulan.


Sementara itu, besaran tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Banyumas juga diatur dalam Perbup tersebut, meski tidak disebutkan angka pastinya secara terbuka.


Selain penghasilan rutin bulanan, anggota DPRD juga menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 setiap tahun, yang dianggarkan dalam APBD oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas.


Gaji ke-13 mencakup gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan dengan total sekitar Rp5 juta per orang. 


Sementara itu, THR diberikan setara dengan gaji pokok bulan Juni, yakni lebih dari Rp2 juta per orang.


Untuk kedua pos ini, Pemkab Banyumas mengalokasikan anggaran sekitar Rp1,01 miliar dalam satu tahun.


Kesejahteraan yang relatif terjamin bagi para wakil rakyat daerah tersebut tentu membawa konsekuensi.


Publik berharap besarnya kompensasi yang diterima anggota dewan dibarengi dengan peningkatan kualitas kerja, keberpihakan terhadap aspirasi rakyat, serta transparansi dalam pengambilan kebijakan.


Pakar Hukum Ketatanegaraan Fakultas Hukum Unsoed, Prof. Dr. Riris Ardhanariswari, S.H., M.H. mengatakan harus dibedakan total yang diterima anggota dewan dengan gaji pokok. 


"Kalau gaji pokok memang yang sudah standar. 


Yang tidak logis adalah tunjangan-tunjangan yang tidak wajar. 


Terutama adalah tunjangan rumah, salah satu catatannya adalah terkait tunjangan komuniksi. Bagaimana digunakan apakah benar-benar menyerap aspirasi atau tidak. 


Apakah ada evaluasi atau tidak. Bukan hanya SPJ dan lainnya," terangnya. 


Ia juga menyoroti apakah saat masa reses anggota dewan benar-bebar menyerap aspirasi atau tidak. 


"Demonstrasi memang dipicu di Jakarta da. saya turut prihatin tapi menyampaikan aspirasi jangan rusak fasilitas umum. 


Karena akan merugikan diri kita sendiri juga," katanya. 


Pihaknya mengatakan jangan mendewakan anggota dewan. 


"Sedangkan ekonomi sedang susah, standarnya terlalu jauh.


Pajak juga tidak masuk diakal masa pajak mereka ditanggung negara disaat warga biasa saja menanggung Pph 21, ucapnya. (jti) 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved