TRIBUNBANYUMAS.COM, DEMAK - Sebuah pengakuan mengejutkan dari para santri di Demak mengubah total alur cerita kasus guru yang menampar muridnya.
Santri berinisial 'D' yang selama ini dikenal sebagai korban tamparan guru, ternyata adalah korban salah tuduh.
Ia sengaja dikorbankan oleh teman-teman sekelasnya yang takut mendapat hukuman.
Baca juga: Duduk Perkara Guru Madin Demak Didenda Rp12,5 Juta oleh Orangtua Murid Hingga Wagub Turun Tangan
Pengakuan teman santri ini menjadi titik balik dari kasus yang sempat viral tersebut.
Kebenaran terungkap saat tim Tribun menyambangi madrasah diniyah (madin) di Desa Jatirejo, Karanganyar, Demak.
Beberapa teman sekelas 'D' akhirnya berani buka suara mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka mengakui bahwa pelempar sandal yang mengenai kepala sang guru, Zuhdi, bukanlah 'D'.
Pelakunya adalah teman mereka yang lain.
Namun, karena rasa takut yang menyelimuti seisi kelas, mereka kompak mencari kambing hitam.
“Saat itu kami lagi bercanda."
"Yang melempar sandal milik D itu teman lain, tapi karena takut, kami semua tunjuk D saja,” kata salah satu teman 'D'.
Pengakuan ini menjelaskan mengapa saat itu para siswa serempak menunjuk ke arah 'D'.
Peristiwa itu sendiri bermula saat guru Zuhdi, yang telah mengabdi 30 tahun, sedang mengajar.
Tiba-tiba sebuah alas kaki melayang dan mengenai peci yang ia kenakan hingga jatuh.
Zuhdi pun mendatangi sekelompok anak yang sedang bercanda.
Tak ada satu pun yang mengaku saat ditanya siapa pelakunya.
Zuhdi lantas mengancam akan membawa seluruh kelas ke kantor jika tidak ada yang mengaku.
Di bawah tekanan itulah, para siswa dengan tega menunjuk 'D' sebagai pelakunya.
Dalam kondisi emosional, Zuhdi langsung menampar 'D'.
Meskipun 'D' sempat membantah, tamparan kedua kembali mendarat di pipinya.
Ia pun menjadi korban tamparan guru sekaligus korban fitnah dari teman-temannya sendiri.
Kuasa hukum sang guru, Nizar, juga membenarkan bahwa pelaku sebenarnya belum diketahui.
Ia mengakui kliennya bertindak atas dasar emosi sesaat setelah melihat semua murid menunjuk 'D'.
“Memang sampai saat ini tidak diketahui pasti siapa yang melempar."
"Tapi teman-teman D mengatakan D pelakunya, maka itu Pak Zuhdi menampar karena emosi sesaat,” jelas Nizar.
Zuhdi sendiri dalam pengakuannya merasa tamparan itu adalah bentuk pendidikan.
“Tamparan saya tidak keras. Saya tidak ingin menyakiti."
"Saya sudah 30 tahun mengajar. Itu untuk mendidik,” ujarnya lirih.
Kasus ini menjadi semakin rumit karena pihak orang tua 'D' sudah terlanjur menuntut ganti rugi.
Tuntutan yang awalnya Rp 25 juta itu disepakati menjadi Rp 12,5 juta.
Kini, dengan adanya pengakuan teman santri ini, kasus menjadi berbalik arah.
Seorang warga Semarang, Andi Santoso, bahkan sempat menduga hal ini.
“Jangan-jangan bukan D pelakunya, tapi teman-temannya yang nuduh," ujarnya beberapa waktu lalu.
Dugaan Andi kini terbukti benar.
Pengakuan teman-teman 'D' ini menjadi akhir dari teka-teki, sekaligus awal dari pertanyaan baru tentang keadilan.
Tragedi Lain...
Di balik kisah viral Guru Madrasah Diniyah (Madin) Zuhdi, tersimpan sebuah tragedi lain yang belum banyak terungkap.
Saat sedang berada di titik terendahnya, guru yang telah mengabdi selama 30 tahun ini ternyata juga menjadi korban penipuan.
Ia kena tipu oleh seorang pria misterius yang datang menawarkan bantuan palsu.
Kisah pilu ini dialami Guru Zuhdi sebelum kasusnya ramai diberitakan dan mendapat simpati dari publik.
Wawancara khusus Tribun beberapa waktu lalu mengungkap sisi kelam yang dialami Guru Zuhdi.
Saat itu, ia sedang dilanda kepanikan dan stres berat.
Kasus penamparan muridnya berinisial 'D' berbuntut panjang hingga tuntutan ganti rugi jutaan rupiah.
Pihak kepolisian juga sudah memberitahunya bahwa ia akan dimintai keterangan.
Kabar itu membuatnya sangat cemas hingga tak bisa tidur selama tiga hari berturut-turut.
“Setiap hari rasanya cemas."
"Saya diberi tahu kalau ada polisi yang mau datang ke rumah."
"Saya benar-benar tidak tenang,” ucapnya.
Bayang-bayang ancaman penjara juga terus menghantuinya.
Ia semakin takut setelah mendengar cerita dari salah satu saudaranya.
“Dulu ada saudara yang pernah masuk penjara karena masalah."
"Keluarganya harus keluarkan uang sampai Rp 20 juta untuk bisa bebas."
"Saya tambah takut, tambah stres,” ungkap Zuhdi.
Di tengah kondisi mental yang tertekan dan kalut itulah, seorang pria tak dikenal datang ke rumahnya.
Pria itu memperkenalkan diri dengan nama 'Lek Karno'.
'Lek Karno' datang dengan membawa angin segar dan janji-janji manis.
“Dia datang ke rumah saya, bilang bisa bantu menyelesaikan masalah dengan walimurid,” tutur Zuhdi.
Karena sedang panik dan berharap ada jalan keluar, Zuhdi pun langsung percaya.
Ia menuruti permintaan dari pria yang mengaku bisa menjadi penengah itu.
Guru Zuhdi kemudian memberikan uang sebesar Rp 300 ribu kepada 'Lek Karno'.
Tak hanya uang, ia juga memberikan empat bungkus rokok.
Namun, pertolongan yang diharapkan tak pernah datang.
Setelah menerima uang dan rokok, 'Lek Karno' menghilang bak ditelan bumi.
Semua nomor kontaknya tidak bisa lagi dihubungi.
Ia tidak pernah muncul kembali untuk menepati janjinya.
Guru Zuhdi pun sadar bahwa dirinya telah kena tipu.
“Sampai sekarang saya tidak tahu siapa dia sebenarnya."
"Tapi saya sempat percaya saat itu,” katanya dengan nada lirih.
Peristiwa penipuan ini menjadi bagian dari tragedi Guru Zuhdi.
Sebuah gambaran betapa beratnya tekanan yang ia hadapi seorang diri sebelum akhirnya mendapat dukungan dari masyarakat luas.