TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Pemerintah Kabupaten Pati belum mengizinkan pementasan kesenian di tempat terbuka lantaran Pati masih berada di level 3 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Kebijakan ini tentu berdampak pada perekonomian para pekerja seni pertunjukan hingga membuat terpuruk.
Hal tersebut juga dialami Jumadi (48), warga Dukuh Terbaos, Desa Rejoagung, Kecamatan Trangkil.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Jumadi bekerja sebagai pembawa acara atau pranatacara di panggung-panggung hiburan.
Setelah pandemi menerjang, pekerjaannya di dunia pertunjukan terpaksa berhenti. Dia pun harus memutar otak untuk mencari sumber pendapatan lain.
Baca juga: Joko Susilo Resmi Tukangi AHHA PS Pati, Gantikan Ibnu Grahan
Baca juga: ASN Pemkab Pati Ini Kalah Suara di Pilkades PAW Margomulyo, Haryanto: Tidak Usah Dipikir
Baca juga: Kisah Sedih Mbah Ngasni, Lansia Asal Pati Ini Hidup Sebatang Kara, Terpaksa Diboyong ke Rembang
Baca juga: Sasaran Vaksinasi Tiap Puskesmas Ditambah di Pati, Bupati Haryanto: Tiap Hari 500 Orang
Kini, ia mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan menjadi pengrajin layang-layang.
"Saya dapat ide membuat layang-layang saat sedang berjemur. Karena saat pandemi ini, kita dianjurkan untuk berjemur."
"Saat itu, saya berpikir, kok enggak ada kegiatan. Akhirnya, saya buat layang-layang sambil berjemur," ujar Jumadi saat ditemui di kediamannya, Minggu (17/10/2021).
Setelah jadi satu buah layang-layang, dia memajang di teras rumah. Tak disangka, ada orang lewat yang tertarik pada layangan buatan Jumadi. Orang tersebut kemudian membeli.
"Setelah itu, ada pesanan terus, orang minta dibuatkan layang-layang berbagai bentuk. Akhirnya, malah jadi sumber penghasilan," ungkap dia.
Sejak mulai menekuni aktivitas ini, sekira akhir 2020, hingga kini, Jumadi telah menjual 107 buah layang-layang.
Dia mematok harga mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah per layang-layang. Bergantung ukuran dan tingkat kerumitan pembuatannya.
"Ada yang sampai Rp 1,5 juta, yaitu layangan naga. Tapi, paling banyak, saya buat yang murah, kisaran Rp 50 ribu atau Rp 70 ribu," ujar dia.
"Jenis layangan kan banyak. Ada badolan, gapangan, merakan, ram-raman, kepala barong, pesawat, helikopter. Itu juga menentukan harga. Yang simpel, semisal gapangan, paling saya jual Rp 50 ribu. Burung hantu, elang, saya jual Rp 75 ribu," tambah Jumadi.
Baca juga: Jelang Hari Santri, Ponpes di Kebumen Terima Ribuan Perlengkapan Prokes dari Pemkab
Baca juga: Raih Medali Emas di PON Papua, Atlet Panjat Tebing Purbalingga Terima Bonus dari Bupati
Baca juga: Kepala DPU Kota Semarang Geram, 6 Pohon Pule di Pinggir Jalan Mati Diduga Sengaja Disiram Solar
Baca juga: Didirikan untuk Menampung Pekerja Korban PHK, Bandar Seafood Kudus Kini Bersiap Buka Cabang
Jumadi menegaskan, dirinya tidak mau berputus asa dengan adanya pandemi.
Meski keadaan serba terbatas, dia ingin tetap berkarya.
Meski sederhana, ia bersyukur, aktivitas membuat layang-layang bisa sedikit menopang perekonomian rumah tangga.
Selama ini, selain berjualan di rumah dan di pinggir jalan, Jumadi juga mempromosikan layang-layang buatannya di media sosial, yakni Facebook dan Whatsapp.
"Kadang juga ada event 'manjer' layangan bareng-bareng di lapangan desa, saya juga ikut sambil jualan," ujar dia. (*)