Berita Batang

BI Tegal Boyong 7 Desa Wisata Pantura 'Curi Jurus' ke Desa Juara Dunia di Jogja

Ingin naik kelas, 7 desa wisata dari Pantura belajar langsung ke para jawara. Apa rahasianya?

Penulis: dina indriani | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUN BANYUMAS/ DINA INDRIANI
TIMBA ILMU WISATA - Perwakilan tujuh desa wisata Pantura mengikuti paparan saat studi tiru di Desa Wisata Krebet, Yogyakarta, Rabu (23/7/2025), untuk belajar tentang pariwisata berbasis komunitas. Mereka menimba ilmu dengan cara berdiskusi langsung dengan pengelola setempat mengenai strategi pengembangan wisata dari potensi kerajinan batik kayu. 

Keadaan geografisnya berupa perbukitan kapur yang kurang subur.

Sekitar tahun 1970-an, sebagian kecil warga mulai mencari pekerjaan lain di sela-sela bertani.

Mereka mulai membuat kerajinan sederhana berbahan baku kayu.

Produk pertama mereka adalah perkakas dapur seperti sendok kayu atau irus, siwur, dan beruk.

Awalnya, kerajinan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan warga dusun sendiri.

Kemudian, hasil kerajinan kayu itu mulai dipasarkan ke desa-desa tetangga.

Tujuannya hanya untuk menambah sedikit penghasilan.

Proses pembuatannya yang masih sangat sederhana membuat nilai jualnya belum tinggi.

Meski begitu, inilah cikal bakal lahirnya sebuah sentra kerajinan besar.

Perkembangan paling mendasar dari kerajinan kayu di Krebet diawali oleh seorang pria bernama Gunjiar.

Sekitar tahun 1972, pria yang kini berusia 65 tahun itu mulai mengembangkan bentuk-bentuk baru.

Ia membuat kerajinan yang membutuhkan detail ukiran lebih tinggi, salah satunya patung Semar.

Gunjiar belajar mengukir secara otodidak atau belajar sendiri.

Saat karyanya dipamerkan, banyak pengunjung yang menyukainya karena dianggap inovatif.

Suatu saat, ia mendapat pesanan untuk membuat sebuah topeng.

Gunjiar merasa tertantang dan memutuskan untuk magang di tempat Pak Warno Waskito.

Warno Waskito adalah seorang maestro perajin topeng yang sangat terkenal di Yogyakarta.

Setelah menimba ilmu, Gunjiar pun berhasil menyelesaikan pesanan topeng itu dengan sangat baik.

Ada pula perajin pelopor lain bernama Kemiskidi.

Ia adalah pendiri Sanggar Peni yang terkenal di Krebet.

Kemiskidi juga menimba ilmu membuat topeng dari empu yang sama, Warno Waskito.

Ia lalu mengembangkan kerajinan topengnya dan memasarkannya sendiri.

Dari hasil penjualan kerajinan itulah ia bisa melanjutkan pendidikannya hingga ke tingkat SMA.

Kini, Sanggar Peni miliknya mampu menyerap hingga 50 tenaga perajin.

Kisah berbeda datang dari Anton Wahono, pemilik Sanggar Punokawan.

Ia awalnya adalah seorang perajin wayang kulit.

Pada tahun 1988, pemerintah mengizinkan ekspor kulit mentah.

Akibatnya, bahan baku kulit di dalam negeri menjadi langka dan mahal.

Krisis ini memaksa Anton Wahono untuk memutar otak.

Ia pun beralih usaha dengan memproduksi wayang klithik yang terbuat dari kayu.

Kesuksesannya mengelola usaha bahkan berhasil mengantarkannya meraih gelar sarjana Sosiologi.

Seiring waktu, permintaan pasar akan kerajinan kayu terus meningkat.

Banyak warga yang awalnya petani mulai bekerja sebagai buruh perajin.

Dua sanggar pertama, Peni dan Punokawan, menjadi pusat kegiatan ekonomi baru.

Dari sanalah Desa Krebet perlahan berubah menjadi sentra batik kayu yang dikenal luas.

Perkembangan ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Bantul.

Krebet ditetapkan secara resmi sebagai Desa Wisata.

Kementerian Perindustrian juga memfasilitasinya sebagai Klaster Batik Kayu.

Bantuan berupa pelatihan, alat, hingga fasilitasi pameran terus diberikan.

Kini, di Desa Krebet juga telah berdiri sebuah koperasi bernama Koperasi Sidokaton.

Koperasi ini beranggotakan 57 perajin batik kayu di Krebet.

Prestasi Desa Wisata Krebet pun semakin cemerlang.

Tahun ini, Krebet berhasil masuk dalam jajaran 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kala itu, Sandiaga Salahuddin Uno, bahkan memberikan pujian langsung.

“Ekonomi kreatifnya sudah kita miliki, sekarang dilengkapi dengan pariwisata yang mumpuni. Harapannya bisa menjadi desa wisata yang komplit. Semoga kerajinan batik kayu, kebudayaan njawani, dan adanya bank sampah menjadi unggulan dari Desa Wisata Krebet ini, sehingga menjadi pariwisata hijau berkelas dunia,” ungkap Sandiaga Uno.

Wakil Bupati Bantul kala itu, Joko Purnomo, juga berharap prestasi ini bisa menjadi pemacu semangat.

Kisah Desa Krebet adalah bukti nyata.

Bagaimana kerajinan sendok kayu para petani bisa berevolusi.

Kini, ia menjadi sebuah sentra batik kayu yang karyanya patut dibanggakan dan mendunia.

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved