Berita Brebes

Tanah Gerak di Mendala Brebes Dipicu Faktor Geologi, Dinas ESDM Jateng Sarankan Relokasi Warga

Dinas ESDM Jateng mengungkap penyebab tanah gerak di Mendala Brebes karena faktor geologi. Solusi terbaik adalah merelokasi warga.

Editor: rika irawati
Kompas.com/Dok. BPBD Brebes
CEK KEDALAMAN - Petugas BPBD Brebes mengecek kedalaman yang ditimbulkan akibat pergeseran tanah di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (17/4/2025). Dinas ESDM Jateng mengungkap penyebab tanah gerak di Mendala, Brebes. Solusi terbaik, relokasi. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah Boedya Dharmawan mengungkap penyebab tanah gerak di Mendala, Brebes, yang merusak ratusan rumah dan memaksa penghuninya mengungsi.

Boedya pun mengatakan, kawasan tinggal warga tersebut tak aman ditinggali sehingga warga harus direlokasi.

Boedya mengatakan, pergerakan tanah di Mendala Brebes berkaitan dengan faktor geologi. 

"Jadi kalau gerakan tanah yang utamanya yang ada di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, itu memang daerah-daerah yang selama ini sebenarnya sudah diketahui rawan gerakan tanah," ungkap Boedya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (24/4/2025). 

Baca juga: Tanah Gerak di Mendala Brebes Meluas: 112 Rumah Rusak, 383 Warga Tinggal di Tenda Pengungsian

Boedya menjelaskan, faktor kegeologian dari struktur tanah dan fenomena geologi seperti sesar (patahan) dan longsoran terjadi di Mendala.

"Tapi, ada juga aspek yang lain, misalnya kelerengan atau pembebanan daya dukung daerah situ yang terbebani."

"Nah, kebetulan, di Sirampog Mandala itu memang daerah sana secara litologi, daerah geologi itu pada formasi lambatan," bebernya.

Ia memaparkan, formasi lambatan memiliki ciri khas, di mana kandungan tanah dapat mengalami pengembangan besar saat terpapar air. 

Fenomena ini dikenal dengan istilah swell factor. 

"Kayak masak nasi, kalau kebanyakan air jadi bubur. Nah, kalau (tanah) kurang air di musim kemarau, dia merekah, rekah-rekah di dalam tanah itu."

"Jadi memang sebenarnya daerah-daerah yang pada formasi itu tidak bagus untuk hunian," tutur Boedya. 

Hujan Deras Memperparah Kondisi

Boedya mengatakan, pergeseran tanah terjadi setelah kawasan tersebut mengalami curah hujan yang tinggi sepanjang musim penghujan di Jawa Tengah. 

Meskipun mengetahui risiko yang ada, masyarakat tetap memilih tinggal di tanah kelahirannya. 

"Itu kan akumulasi dari musim hujan kemarin. Bukan hanya satu poin, memang waktu itu ada hujan."

"Tapi ya tidak hanya itu. Karena sudah hujan selama sekian lama, di beberapa tempat situ ada bencana-bencana yang longsor, ada bencana banjir," kata Boedya. 

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved