UMKM
Kisah Sukses Perajin Sandal Bandol Khas Banyumas Zaenal Abidin, Ubah Ban Bekas Jadi Barang Berkelas
Zaenal merintis usahanya itu sejak 1997. Sandol bandol atau ban bodol dalam dialek Banyumasan yang memiliki arti ban rusak, bisa bernilai jual tinggi
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Rustam Aji
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO – Kisah ini bermula saat Zaenal Abidin jatuh dalam keterpurukan beberapa tahun silam.
Perusahaan tempat bekerjanya bangkrut dan harus memulangkan karyawan termasuk dirinya.
Namun, dia tak mau larut dalam kesedihan begitu saja.
Ia pun bangkit dan membuka usaha sendiri, yakni Sandal Bandol.
Zaenal merintis usahanya itu sejak 1997.
Sandol bandol atau ban bodol dalam dialek Banyumasan yang memiliki arti ban rusak memiliki nilai jual di tangan Zaenal.
Kabupaten Banyumas merupakan salah sentra sandal bandol yang sudah ada sejak puluhan tahun.
Pusat kerajinan sandal bandol Banyumas ini berada di Grumbul Banaran, Kelurahan Pasir Kidul, Kecamatan Purwokerto Barat.
Zaenal abiding mempekerjakan lima orang untuk membuat produk sandal bandol siap pakai. Di tangan lima pekerja, ban rusak disulap berbagai macam alas kaki berupa sandal yang ikonik.
Produk sandal bandol Zaenal sudah dikirim ke berbagai kota di luar pulau jawa.
Zaenal mengatakan merintis usahanya ini benar-benar dari nol.
"Sandal sempat saya pajang di warung depan dan tiba-tiba ada orang pondok dari Sukoharjo yang menanyakan sandalnya.
Muncullah pesanan satu kodi, 12 pasang, lalu lanjut dengan pesanan-pesanan berikutnya 10 kodi, 200 pasang.
Karena dikenal dari mulut ke mulut ada orang dari Makassar yang anaknya mondok di Sukoharjo pesan sampai 100 kodi dan pesanan itu tidak hanya untuk di Sukoharjo saja tetapi juga dikirim ke Makassar," katanya.
Tahapan Pembuatan Sandal Bandol
Ada dua bagian pembuatan sandal bandol, yakni bagian tali dan alas.
Pembuatan tali tahapannya adalah pembuatan desain dan pola, pemotongan bahan, sewing dan pemasangan aksesoris
Sedangkan pembuatan alas kaki yakni cutting karet ban, pembentukan pola alas kaki, pencetakan brand di insole, pengeleman, pemasangan tali, menambahkan bantalan alas kaki, pembuatan pola outsole, assembling, QC atau quality control component
Tahap pertama membuat desain dan pola, bahan dasar tali sandal adalah busa untuk memberikan kenyamanan di punggung kaki.
Lembaran busa digunting sesuai pola, kemudian dijahit disatukan dengan aksesoris.
Aksesoris atau hiasan tambahan biasanya menggunakan bahan kain.
Setelah selesai, tali siap dipasang.
Sementara itu tahapan pertama membuat alas kaki pertama yakni cutting karet ban.
Pak Zaenal membeli ban bekas dengan harga perkilogram, satu kilogram saat ini harganya Rp6.000.
Harga tersebut sudah naik yang sebelumnya Rp4.000 perkilogram.
Harga bahan baku yang terus naik juga menjadi tantangan Pak Zaenal.
Dari proses pemotongan, terdapat bahan karet sisa.
Sisa atau limbahnya tidak dibuang.
Zaenal memiliki ide membuat limbah tersebut agar memiliki nilai ekonomi, yakni dijadikan tali pengikat yang biasanya dipakai untuk membawa barang di jok belakang sepeda motor.
Proses kedua pembentukan pola alas kaki.
Zaenal memotong ban sesuai pola yang yang sudah ada secara manual, menggunakan gunting.
Lalu pencetakan brand atau jenama di insole.
Zaenal memberikan brand Calvin pada produk sandal bandolnya.
Brand ini terinspirasi dari merk nasional yang pernah ngetop pada eranya.
Pencetakan brand ini dilakukan dengan memanaskan terlebih dulu karet ban agar mudah dibentuk, kemudian di-press menggunakan mesin manual.
Selanjutnya masuk ke tahap pengelaman.
Sebelum dilem, insole yang sudah tercetak brand dipotong terlebih dahulu sesuai pola.
Setelah itu baru dilem dengan bahan tambahan yakni busa.
Tidak lupa setelah itu di-press agar lemnya kuat.
Setelah selesai bagian insole, selanjutnya pemasangan tali.
Insole dibuat lubang terlebih dahulu kemudian tali dipasang ke sol flip-flop.
Ini dapat dilakukan dengan merekatkan menggunakan lem agar lebih kencang dan awet saat dipakai. Kenyamanan penggunaan sandal juga ditentukan dalam tahapan ini.
Pada proses ini, juga dilakukan pengukuran sandal menggunakan manekin bentuk kaki, ada yang nomor 39, 40, 41.
Untuk ukuran sandal wanita, ada juga yang terkecil loh yakni nomor 36.
Pekerja lain menyiapkan komponen pelengkap yakni bantalan alas kaki atau hak.
Bahan bantalan ini menggunakan busa.
Bantalan ini ditambahkan ke sol flip-flop untuk memberikan kenyamanan dan penyangga tambahan pada kaki.
Pembuatan pola outsole merupakan yang terumit.
Ini dilakukan agar sandal tidak licin.
Pembuatan pola menggunakan alat sederhana berupa silet yang dipasang di kayu kecil.
Meski tanpa alat ukur tapi pekerja bisa membuat pola yang presisi.
Berikutnya proses assembling. Dalam proses ini, dilakukan pengeleman untuk menyatukan outsole dan insole.
Hingga masuk ke quality control atau QC component.
Sebelum dipasarkan, sandal bandol dicek dengan teliti oleh Pak Zaenal agar sandal bisa nyaman saat dipakai.
Mulai permukaan, kekuatan lem outsole dan upper, presisi panjang sandal. Kenyamanan check, kualitas check, presisi check.
Zaenal memiliki tantangan dan kendala yang dihadapi selama ini yakni pemasaran dan pembiayaan atau modal.
Menurut Zaenal, kendala tersebut yang membuat perajin sandal bandol menyusut yang awalnya ada puluhan kini bisa dihitung jari.
Dari segi pemasaran sandal bandol, Dekranasda Banyumas memiliki wahana untuk memamerkan sekaligus menjualnya di Gedung Pratista Harsa di Jalan Jenderal Soedirman, Purwokerto, Kabupaten Banyumas.
Tepatnya, di sebelah barat Lapas Narkoba Purwokerto.
Di tempat ini, beragam produk kerajinan khas Banyumas ditampilkan, germasuk sandal bandol Zaenal Abidin.
Perajin menitipkan produk di tempat strategis ini, yakni di dekat Alun-alun Purwokerto.
Sandal bandol memiliki space khusus di pojok ruangan.
Di etalase, beragam model sandal bandol ditampilkan, bentuk slop, jepit, dan sebagainya.
Harganya bermacam-macam mulai Rp 35.000 hingga Rp 80.000.
Yang paling dicari dan dijual yakni sandal bandol capit seharga Rp 71 ribu.
Untuk di tempat usahanya Zaenal, mampu memproduksi sehari 10 kodi.
Ia mengaku belum pernah mendapat bantuan pengembangan usaha dan belum pernah sama sekali termasuk pelatihan promosi itu juga belum pernah.
"Saya sudah tua, kadang gak mampu, tapi kalau buat sandal bandol untuk beberapa pasang aja dan tidak banyak.
Tapi pesanan menurutnya kebanyakan dari luar jawa dan pernah ke Malaysia.
Kendalanya adalah karet sebagai bahan baku yang susah. “Harganya naik tapi harga jual gak bisa naik," kata Zaenal.
Ia menceritakan bahwa kondisi pengusaha Sandal Bandol ini cukup memprihatinkan.
"Sekarang banyak yang gulung tikar, tinggal 3 atau 4 orang saja. Dari dulu pernah 15 atau 20 pengrajin. Banyak penguhaha yang terlilit hutang. Hutang bukan buat nglunasi malah buat lain. Gak buat belanja modal," ungkapnya.
Dia mengaku tidak suka sistem hutang.
Ia menceritakan bahan bakunya dapatnya dari Tangerang.
"Bahan baku susah banget dari karet, kalau ada bahannya mahal banget. Sekali ambil karet 1 ton. Untuk per kwintal jadi 20 kodi an.
Omsetnya ya puluhan juta kotor," katanya.
Dia juga menjadi salah satu pioner design sandal tinggi yang akhirnya banyak ditiru pengusaha yang lain.
"Awalnya ada satu orang yang minta dibuatkan satu pasang. Itu yang menginspirasi saya buat design baru," katanya.
Sementara itu, Ketua Harian Dekranasda Banyumas, Gatot Eko Purwadi menuturkan, Dekranasda hadir memfasilitasi pelaku industri kecil dan menengah atau IKM.
Namun demikian, kata dia, perajin sandal bandol harus berinovasi agar tidak ditinggal, terutama oleh kalangan anak muda.
Jangan sampai, sandal bandol kalah bersaing dengan sandal produksi pabrik.
"Dekranasda mengajak perajin sandal bandol melihat proses pembuatan sepatu kulit di Sidoarjo.
Harapannya, perajin sandal bandol bisa berinovasi," katanya.
Adapun Kepala Bidang UMKM, Ani Widosari menuturkan, segala upaya dilakukan untuk memajukan UMKM di kabupaten ini, termasuk pembiayaan.
"Kia memberikan pelatihan banyak macamnya, ada digital marketing, bagaimana cara memasarkan secara online
Soal permodalan nah kita sedang laksanakan program peminjaman dana bergulir yang besarannya ditentukan masing, jangka waktunya 1 sampai dua tahun," tambahnya. (jti)
WHC UIN Walisongo Digandengn BI Kediri Selenggarakan Pelatihan Pendamping Proses Produk Halal |
![]() |
---|
Cenderaloka : Platform Jual Beli Produk Kerajinan dan UMKM Langsung dari Perajin Lokal |
![]() |
---|
Sulap Limbah Akar Bambu Menjadi Karya Seni Bernilai Tinggi, Elya Warga Grobogan Bisa Ekspor ke Eropa |
![]() |
---|
Promosikan Batik Lokal, Bupati Afif Berharap Batik Wonosobo Dilibatkan di Segala Event |
![]() |
---|
Libur Nataru Bawa Berkah Bagi Joleskiel, Raih Cuan dengan Jadi Pencuci Sepatu di Rembang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.