Pilbup Banyumas 2024

Baliho Ajakan Pilih Kotak Kosong Marak di Banyumas, Tribhata Desak KPU Tertibkan

Tribhata Banyumas meminta KPU menertibkan baliho ajakan memilih kotak kosong yang marak karena dinilai melanggar hukum formil penyelenggaraan pilkada.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/PERMATA PUTRA SEJATI
Perwakilan Yayasan Tri Bhakti Pratista (Tribhata) Banyumas mendatangi kantor KPU Banyumas, Jumat (4/10/2024). Mereka meminta KPU Banyumas menertibkan baliho ajakan memilih kotak kosong yang dinilai melanggar hukum formil penyelenggaraan pilkada. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Yayasan Tri Bhakti Pratista (Tribhata) Banyumas menyomasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banyumas terkait dugaan pelanggaran kode etik pemilu.

KPU dinilai tidak memberikan azas kepastian hukum dalam menindak maraknya baliho ajakan memilih kotak kosong di Pilkada Banyumas

Pendiri Tribhata Banyumas Nanang Sugiri mengatakan, aksi ini sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pilkada Banyumas.

Menurut Nanang, maraknya baliho, reklame, poster, dan berbagai bentuk alat peraga kampanye terkait kolom kosong atau kotak kosong di berbagai tempat merupakan ilegal.

"Diduga dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab namun dilakukan secara ilegal."

"Ilegal karena tidak ada persetujuan KPU, karena kan tentang kampanye sudah diatur KPU," kata Nanang, di kantor KPU Banyumas, Jumat (4/10/2024).

Baca juga: Skenario KPU Jika Kotak Kosong Menangi Pilkada Banyumas: Pilkada Ulang, Calon Kalah Boleh Ikut Lagi

Kedatangan mereka ke kantor KPU Banyumas tak hanya melayangkan somasi tetapi juga melakukan orasi.

Mereka meminta KPU bersikap tegas tentang maraknya baliho yang menyuarakan kolom kosong. 

Sayangnya, ketika berorasi, tak ada satu pun komisioner KPU Banyumas di kantor. Mereka hanya ditemui petugas KPU yang ada di kantor.

"Batas toleransi kami menunggu respon KPU itu tiga hari."

"Apabila lewat tiga hari belum ada respon atau jawaban, kami akan maju ke Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP)," katanya.

Menurut Nanang, aksi Tribhata ini bertujuan menyukseskan penyelenggaraan Pilkada 2024.

Suara kelompok yang melakukan ajakan memilih kotak kosong dinilai berpotensi merusak kesuksesan pilkada.

"Tuntutan kami adalah banner, reklame, baliho, dan sebagainya tentang kolom kosong yang terpasang itu segera dicopot," pintanya.

Nanang menyebut, regulasi tentang kotak kosong pada Pilkada dinilai masih abu-abu atau samar. 

Sehingga, bisa menimbulkan multi tafsir oleh masyarakat. 

Padahal, dalam kode etik pemilu, penyelenggara pemilu harus menerapkan azas yang mengutamakan kepastian hukum. 

Dia menyampaikan, dalam ilmu hukum, secara umum, dikenal dua pengertian hukum, yakni hukum formil dan materiil.

Hukum formil berkaitan tentang bagaimana tata cara pelaksanaan penegakkan hukum suatu peraturan perundang-undangan atau dikenal dengan hukum acara. 

Kemudian, yang kedua adalah hukum materiil yaitu, apa yang tertuang atau dituliskan berkaitan dengan penegakkan hukum itu sendiri.

"Dalam prinsip umum pengertian hukum materiil adalah hal-hal yang tidak dilarang berarti diperbolehkan."

"Akan tetapi, dalam prinsip umum hukum formil adalah hal-hal yang tidak diperintahkan, tidak boleh dilakukan," jelasnya. 

Melanggar Hukum Formil

Dalam penyelenggaraan pemilu maupun Pilkada, berkaitan dengan hukum formil di antaranya adalah berkaitan tata cara, tahapan maupun kampanye pemilu atau pilkada yang sudah diatur dalam semua peraturan perundang-undang yang mengaturnya, baik dalam UU, PKPU, PKPUD maupun dalam Pedoman teknis yang ada.

Pihaknya mencontohkan, dalam penyelenggaraan pilkada adalah bagaimana membuat aturan-aturan, jadwal, tata cara kampanye, bagaimana mekanisme alat peraga kampanye seperti baliho poster poster. 

Hal tersebut adalah menjadi ruang lingkup dari KPU maupun KPUD.  

Dan harus diatur dalam hukum acara atau hukum formil penyelenggaraan pemilu atau pemilukada.

Dalam pelaksanaannya, berkaitan dengan formalitas juga harus tunduk dalam hukum acara tersebut. 

Sebagai contoh dalam hal kampanye juga harus tunduk dalam Pasal 18 dan Pasal 27 ayat 1 sampai dengan 7 PKPU Nomor 13 Tahun 2024 maupun dalam Pedoman Teknisnya.

"Pemasangan baliho kolom kosong, pemasangan banner kolom kosong itu sendiri tidak diatur maka mengacu pada prinsip hukum formil, hal itu tidak dapat dilakukan," ujarnya.

Baca juga: Bersaing dengan Kotak Kosong, Calon Tunggal Pilkada Banyumas Tetap Ikuti Pengundian Nomor Urut

Dalam prinsip hukum formil atau hukum acara, jelas memerlukan suatu kepastian hukum dan tidak boleh ada penafsiran. 

Oleh karena itu, apa yang tidak diperintahkan atau tidak ditentukan dalam hukum acara berarti tidak boleh dilakukan. 

Menurutnya, KPU Banyumas sebagai penyelenggara pemilu di daerah mestinya menyelenggaran forum-forum terlebih dahulu atau menyosialisasikan pemahaman, khususnya mengenai peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh KPUD.

Sehingga, pemahaman hukum secara formil maupun materiil dapat tersampaikan secara luas. 

Nanang mengatakan, pemilu bertujuan memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis dan bukan untuk menjadikan kotak kosong sebagai pemenang.

Kotak kosong juga bukan kompetitor dari peserta Pilkada. Karena itu, mengkampanyekan kotak kosong lewat baliho dan reklame lain, masuk ranah hukum acara atau masuk dalam ranah hukum formil penyelenggaran pilkada.

"Mengacu pada prinsip umum pengertian hukum formil, artinya apa yang tidak diperintahkan berarti tidak boleh dilakukan, maka seharusnya KPU Banyumas menolak tindakan-tindakan tersebut."

"Pemasangan baliho-baliho, reklame, spanduk maupun poster, ketika tidak sesuai dengan mekanisme, adalah tindakan ilegal dan KPU dapat melakukan tindakan pencopotan," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved