Berita Banyumas
Siswa-Siswi di MTs Pakis Cilongok Banyumas Daftar Sekolah Menggunakan Hasil Bumi
Hasil panennya itu bukan dijual atau dimasak sendiri melainkan sebagai syarat mendaftarkan anaknya, Arlin (13) ke MTs Pakis.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Pukul 07.30 WIB, Fitri (30) seorang ibu muda menyiapkan hasil bumi singkong yang dia tanam di kebunnya sendiri.
Hasil panennya itu bukan dijual atau dimasak sendiri melainkan sebagai syarat mendaftarkan anaknya, Arlin (13) ke MTs Pakis.
MTs Pakis berada di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Fitri merupakan warga Dusun Karanggondang, Desa Sambirata, bersama anaknya membawa hasil bumi.
Tidak hanya Fitria ada 13 anak lain bersama orangtua siswa lainnya yang ikut mendaftarkan anaknya ke MTs Pakis dengan membawa sejumlah hasil bumi lain.
Baca juga: Ini Sosok 2 Jemaah Haji Asal Wonosobo yang Terakhir Pulang dari Tanah Suci
Sehingga hari itu ada 14 orang siswa baru yang mendaftar di MTs Pakis.
Para orangtua siswa ada yang membawa singkong, kelapa muda, kentang, labu siam, sayuran dan lain sebagainya.
Fitria mengatakan memilih menyekolahkan anaknya karena lebih dekat dari rumah.
"Kalau harus menyekolahkan ke SMP di desa lain jaraknya cukup jauh, biayanya kurang lebih Rp500 ribu buat bensin.
Saya tadi kelapa singkong dan sayur mayur. Saya daftarkan disini karena belajar juga langung praktik, pembayarannya juga gratis," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Senin (15/7/2024).
Sekolah di MTs Pakis sama sekali tidak dipungut biaya.
Kepala Sekolah MTs Pakis yang juga penanggung jawab sekolah, Isrodin mengatakan MTs Pakis mempunyai kurikulum seperti sekolah lainnya.
MTs Pakis sudah ada sejak 2013 dan sudah meluluskan sekitar 200 anak.
MTs Pakis menginduk secara kurikulum ke Mts NU 2 Cilongok.
"Kita kurikulum sama dan menjadi sekolah ramah lingkungan dan satwa liar.
Baca juga: Alokasi Anggaran Dana Desa untuk Kabupaten Kebumen Rp 450,6 miliar, Langsung Masuk Rekening Desa
Karena anak-anak hidup di pinggir hutan persis.
Kita belajar menanam aren, tanaman konservasi dan lainnya," katanya.
Para pengajar biasanya berasal dari para relawan mahasiswa.
Bahkan kadang ada alumni yang sudah lulus masih mengajar dan menjadi relawan.
"Anak belajar kehutanan, peternakan, pertanian, dan juga bagaimana ketrampilan hidup.
Baca juga: Keputusan Disdikbud Jateng Anulir Poin Piagam Diduga Palsu Bikin Sakit, Orangtua Siap Gugat ke PTUN
Kita sudah memproduksi kopi dan rencana akan akan memperluas lahan garapan," imbuhnya.
Ia mengatakan sangat butuh sekali akses internet dan sangat butuh sekali pendampingan kaitannya dengan teknologi.
"Kita juga perlu perbaikan ruang belajar," terangnya. (jti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.