Berita Banjarnegara
Sosok Imam Hambali di Balik Insafnya Anak Punk hingga Berdikari di Banjarnegara, Arief Jadi Pelukis
Hambali seperti oase di tengah kekeringan. Saat spiritualitas mereka kerontang, Hambali datang membasahi.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA- Anak jalanan dan komunitas punk selama ini kerap mendapat stigma di masyarakat. Ini tak lepas dari penampilan mereka yang abnormal, dari style pakaian, rambut semiran, kuping tindikan, hingga sekujur badan tatoan. Ditambah kerasnya hidup mereka di jalan.
Gaya hidup anti mainstream ini tak ayal membuat mereka teralienasi dari masyarakat sekitar. Padahal sejatinya mereka butuh sentuhan. Mereka kehilangan perhatian.
Banyak di antara mereka butuh bimbingan. Terutama spiritualitas yang menjadi kebutuhan vital.
Masalahnya, jarang pemuka agama yang mau mendekat ke mereka. Alhasil, para anak jalanan yang butuh bimbingan tak tahu kemana mereka harus belajar.
Kiai Imam Hambali, Penyuluh Honorer Kantor Urusan Agama (KUA) Mandiraja memilih jalan beda dengan ustaz pada umumnya.
Baca juga: Sosok Imam Hambali, Penyuluh KUA yang Bikin Para Preman Insaf di Banjarnegara
Ia tak hanya berdakwah di masjid dan majlis pengajian. Kiai itu kerap blusukan ke terminal dan kantong-kantong preman. Nyatanya, ia bisa diterima baik di komunitas itu tanpa perlawanan.

Hambali seperti oase di tengah kekeringan. Saat spiritualitas mereka kerontang, Hambali datang membasahi.
"Kalau tantangan pasti ada. Saya pernah diancam sama preman, tapi saya hadapi dengan tenang," katanya
Di tengah kekurangannya, anak jalanan punya banyak sifat terpuji yang jarang dilihat orang. Di antaranya sifat tawadu mereka kepada Sang Pencipta. Sifat itu jarang dimiliki orang yang di hatinya penuh kesombongan. Mereka selalu merasa hina dan bergelimang dosa.
Tapi sifat itu saja tak cukup untuk meraih kesalehan. Hambali mengajak mereka untuk bersyari'at yang benar. Ia selalu menyelipkan nasihat agama dalam setiap kesempatan.
Perlahan, mereka mau meninggalkan kemaksiatan yang kerap dilakukan, misal minum minuman keras hingga obat-obatan terlarang.
"Mereka solidaritasnya juga tinggi. Persatuannya sangat kuat dengan sesama komunitasnya.
Dulu pernah sampai mereka patungan untuk bangun TPQ, " katanya
Mengajak anak jalanan keluar dari dunia kelam tidak gampang. Hidup di jalan bukan hanya soal kesenangan. Di dalamnya, juga menjanjikan finansial.
Minimal untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari. Ada yang mengamen di lampu merah (traffic light), sebagian lain bekerja sebagai tukang parkir di terminal.
Jelas, menarik mereka dari jalan tanpa menyiapkan penggantinya bakal kesulitan.
Karena itu, Hambali mendorong mereka untuk mandiri.
Mereka harus memiliki alternatif pekerjaan atau usaha untuk menopang kebutuhan hidup.
Karena itu mereka butuh dibekali keterampilan. Beberapa waktu lalu misalnya, pihaknya secara swadaya mengadakan pelatihan membuat Ayam Crispy yang diikuti komunitas anak jalanan, serta mualaf di TPQ Baitunnur Desa Mandiraja Kulon dengan mendatangkan tenaga ahli.
"Dengan dibekali keterampilan, diharapkan mereka bisa mandiri, buka usaha sendiri dan meninggalkan kehidupan di jalan," katanya
Gilang kini mengurangi aktivitasnya di jalan bersama anak-anak punk lainnya. Ia sudah punya kesibukan lain, yakni menjalankan bisnis jual beli burung perkutut.
Ia memajang burung-burung perkutut di pekarangan rumahnya. Lingkungan rumahnya kini menjadi ramai suara burung yang indah.
Gilang tadinya susah lepas dari kehidupan di jalan karena di situ ia menggantungkan perekonomian dengan mengamen.
Beruntung ia punya hobi baru yang ternyata mendatangkan keuntungan. Sehingga ia menjadi lebih betah di rumah merawat burung, serta berkawan dengan komunitas pecinta burung yang tidak hidup di jalan.
"Saya promosi lewat Facebook, biasanya pelanggan datang kesini, kalau tertarik dibayar," katanya
Seperti halnya Gilang, Arief yang sudah puluhan tahun hidup di jalan telah memiliki lembaran hidup baru sebagai seorang seniman.
Beberapa tahun belakangan ini, ia menekuni dunia seni rupa. Tak sekadar hobi, aktivitas yang menyenangkan baginya itu juga menjanjikan keuntungan.
Arief bahkan membuktikan, meski eks anak jalanan dengan tato di sekujur tubuhnya, ia menjadi pelukis handal.
Baca juga: Profil Imam Hambali, Penyuluh Agama Islam di Banjarnegara yang Dicintai Preman
Tak tanggung-tanggung, berbagai penghargaan lomba melukis mural pernah ia raih.
Ia pun kerap kebanjiran pesanan untuk melukis mural di tembok-tembok sekolah, kamar tidur, hingga kafe dan salon.
Dari situ, ia memperoleh matapencaharian baru. Sebelumnya, ia bekerja sebagai tukang parkir di terminal, seperti umumnya dikerjakan anak jalanan.
Waktunya yang lebih banyak digunakan untuk berkreativitas membuatnya bisa lepas dari kerasnya hidup di jalan.
"Waktu ramai job menggambar, saya libur ke terminal," katanya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.