Berita Jateng

Kata Warga Pesisir Pantura yang Mulai Bosan dengan Banjir Rob : Pemerintah Salahkan Cuaca

Catatan BPBD Jateng periode Januari hingga 8 Maret 2024 ada 104 kejadian bencana hidrometeorologi.

Penulis: budi susanto | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS/Rezanda Akbar D
Tenaga Kesehatan Dinkes Kudus menaiki perahu karet untuk memeriksa korban banjir di Dukuh Goleng, Desa Pasuruhan Lor, Kecamatan Jati, Selasa (19/3/2024). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Wilayah Jateng tak hentinya diberondong bencana beberapa bulan terakhir.


Catatan BPBD Jateng periode Januari hingga 8 Maret 2024 ada 104 kejadian bencana hidrometeorologi.


Dari total kejadian tersebut, 59 ribu lebih rumah terendam dan 1.162 rumah warga mengalami kerusakan.


205 ribu lebih warga Jateng juga terdampak dan 12 jiwa meninggal dunia akibat bencana hidrometeorologi yang melanda Jateng dari awal tahun hingga 8 Maret.


Total kerugian dari ratusan kejadian tersebut diperkirakan mencapai Rp 5,8 miliar lebih.

Baca juga: Kisah Unik Al-Quran Daun Kurma di Wonosobo, Didapat dari Kyai Misterius di Tanah Suci


Sebaran bencana hidrometeorologi di Jateng juga menyeluruh dan tersebar di 35 kabupaten kota, dengan rincian 37 bencana banjir, 18 kejadian tanah longsor, 2 kebakaran dan 47 cuaca ekstrem.


Tak hanya itu, dari awal hingga pertengahan Maret 2024, wilayah Jateng kembali diberondong bencana.


Beberapa kabupaten kota yang ada di Jateng pun kembali lumpuh karena bencana hidrometeorologi.


Informasi yang dihimpun Tribun Jateng, dalam dari awal hingga pertengahan Maret 2024, hampir seluruh wilayah di Pantura Jateng terdampak banjir.


Wilayah tersebut ada di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kota Pekalongan, Kendal, Kota Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Pati, Blora hingga Rembang.


Bencana yang melanda Jateng di pertengahan Maret tersebut menambah total kejadian bencana hidrometeorologi di Jateng.


Pasalnya sejak 8 hingga 14 Maret 2023, ada 30 bencana yang menyapu wilayah Jateng.


Puluhan kejadian tersebut berupa 16 bencana banjir dan 14 angin kencang karena cuaca ekstrem.


Jika ditotal sejak Januari hingga pertengahan Maret 2024, 134 bencana hidrometeorologi menerjang wilayah Jateng.


Dari berbagai kejadian tersebut, Pemprov Jateng menyatakan 9 kabupaten kota berstatus darurat banjir.

 

Beberapa daerah itu adalah Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kendal, Kota Semarang, Demak, Kudus, Pati, Jepara, dan Grobogan.


Kondisi tersebut memaksa masyarakat bertahan di tengah situasi yang sangat sulit.


Bahkan beberapa menuturkan, Jateng menjadi tempat tak aman untuk ditinggali.


"Karena semakin kesini, wilayah Jateng semakin banyak bencana," paparnya Johan (42) satu di antara warga Kota Semarang, Rabu (20/3/2024).


Tempat tinggal Johan yang ada di sekitar Pantura Kota Semarang pun tak luput dari terjangan banjir.


Dari hal itu, ia mengaku bosan dengan kondisi yang ada. Pasalnya setiap kali hujan lebat ia selalu merasa was-was.

Baca juga: Pemprov Jateng Tingkatkan Kerja Sama dengan Tiongkok di Sektor Pariwisata


Ia juga heran, 15 tahun lalu banjir tak separah sekarang meskipun hujan lebat melanda wilayah Pantur berhari-hari.

 

"Sekarang saja kalau hujan seharian pasti banjir, beda belasan tahun lalu. Apa mungkin lingkungan di tempat saya tinggal mulai rusak dan terjadi penurunan tanah, atau semakin masifnya pembangunan pabrik di sekitar Pantura," jelasnya.


Tak hanya Johan, Achmad Udin (43) warga Kota Pekalongan juga merasakan hal serupa.


Bahkan banjir selalu menjadi langganan di Kota Pekalongan saat musim penghujan tiba.


Ia juga menceritakan bencana banjir dan rob yang ia alami beberapa tahun terkahir.


Dikatakannya banjir bandang terbesar di Kota Pekalongan ia rasakan pada 1989, 1992 dan 2014.


Sedangkan banjir rob, karena pasang surut laut mulai masif ia rasakan sejak 2010.


Bahkan yang semula wilayah tak terdampak banjir rob, dari 2010 sampai sekarang terus digenangi air banjir rob.


Pada 2014 dikatakannya, banjir kiriman dan rob jadi satu dan menerjang Kota Pekalongan. 


Meski sudah ada upaya dari pemerintah namun belum begitu efektif karena tidak menghilangkan banjir rob di Kota Pekalongan hanya mengurangi.


"Kalau banjir karena air kiriman sampai sekarang masih terjadi di beberapa titik seperti Tirto, sementara banjir rob terjadi hampir semua titik di Kota Pekalongan," paparnya.


Sementara itu, Yusril (46) warga Demak mengaku hanya bisa pasrah karena bencana hidrometeorologi yang melanda wilayah tersebut.


Ia mengatakan, pemerintah selalu menyalahkan cuaca tanpa ada solusi pasti.

Baca juga: 6 Kiat Sehat saat Puasa Ramadan Ala Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Unsoed


Hal tersebut membuat masyarakat terdampak bencana selalu menjadi korban.


"Menurut saya, bencana yang terjadi di berbagai wilayah karena lingkungan telah rusak. Tapi pemerintah menyalahkan cuaca buruk. Puluhan tahun saya tinggal di Demak dan beberapa tahun terkahir banjir selalu terjadi padahal dulu tak separah ini," ucapnya.


Ia menuturkan, wilayah sekitar Demak dan sekitarnya telah berubah menjadi wilayah industri.


Dikatakannya hal tersebut juga terjadi di beberapa wilayah lainnya yang diterjang banjir beberapa waktu lalu.


"Pemerintah ngawur, industri lebih diutamakan tapi pelestarian lingkungan dikesampingkan. Masyarakat lagi yang jadi korbannya," jelasnya.


 

--

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved