Berita Banyumas

Cerita Veteran Arsawiradi Karim, Hancurkan Jembatan untuk Cegah Serdadu Belanda Lewat

Pria kelahiran 1921, asal Desa Mandirancan, Kecamatan Kebasen, Banyumas yang kini memasuki usia 102 tahun. 

Permata Putra/Tribunbanyumas.com
Arsawiradi Karim, veteran pejuang lemerdekaan Indonesia berusia 102 Tahun Asal Banyumas saat ditemui Tribunbanyumas.com di rumahnya di Desa Mandirancan, Kecamatan Kebasen, Banyumas, Selasa (15/8/1023). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Perjuangan Arsawiradi Karim, seorang veteran pejuang kemerdekaan Indonesia sungguhlah tidak mudah. 


Pria kelahiran 1921, asal Desa Mandirancan, Kecamatan Kebasen, Banyumas yang kini memasuki usia 102 tahun. 


Saat usia belasan tahun dia sudah berjuang dan ikut berperang melawan penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia. 


Awal mula berjuang dia hanya pemuda desa biasa yang kesehariannya menggembala kerbau dan bebek.


Dia dulunya tergabung dalam Organisasi Pemuda Rakyat (OPR) yang menjadi cikal bakal adanya Hansip di Indonesia.


Bermodalkan bambu runcing Pring Ampel beracun, Arsawiradi ikut berjuang mengamankan wilayah di Banyumas dari serangan penjajah. 

Baca juga: Karnaval Pembangunan Bakal Meriahkan Peringatan HUT Ke-78 RI di Cilacap, Catat Tanggalnya!


Dia sering berkeliling mulai dari wilayah Lumbir, Kracak, Ajibarang hingga Bumiayu, Brebes.


Dalam ceritanya, dia dulu hanyalah pejuang rakyat biasa yang harus dituntut ikut membela kemerdekaan.


Pada jaman penjajahan Jepang, Mbah Arsa sempat ikut bersama atasannya yaitu Jenderal Gagot Suwagio.


Mbah Arsa pada waktu dulu bekerja sebagai mata-mata tentara Belanda.


"Saya jadi mata-mata, ikut membantu para pejuang pribumi. 


Saya tidak pegang senjata, hanya pegang bambu runcing dan gunting sebagai pegangan. 


Jadi saya pejuang rakyat," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (15/8/2023).


Dalam perjuangannya, ia sempat ikut mengamankan wilayah Banyumas dengan cara menghancurkan Jembatan Kali Mengaji Purwokerto.


"Jadi jembatan saat itu dihancurkan agar Belanda tidak dapat lewat.


Saya bersembunyi di bawah jembatan, seharian tidak makan nasi.


Saya bawa bom besar-besar kemudian digotong delapan orang," terangnya. 


Dalam mengecoh tentara Belanda, Arsa melakukan strategi dengan membuat jejak-jejak kaki palsu seakan telah dilalui oleh warga pribumi.


Dia bercerita penjajahan paling menyiksa adalah oleh Belanda. 


Tetapi di masa Jepang dia juga kesulitan dalam hal makanan. 


Masa Jepang datang, makan susah, hewan-hewan tidak bisa minum, membuat Sumur harus ditutup karena banyak abu.

Baca juga: Pria di Banyumas Dibacok Tiga Orang Tak Dikenal, Pelaku Bawa Celurit dan Golok


Karena menjamani penjajahan Jepang, dia sampai saat ini bahkan masih hafal bagaimana baris berbaris menggunakan bahasa Jepang.


Lagu kebangsaan Jepang juga hafal.


"Dulu masih belum aspal, lalu bikin jejak-jejak supaya tentara belanda ke arah lain.


Supaya temannya tidak ditangkap belanda," katanya. 


Pada saat itu dia pernah terkena peluru di bagian kaki, untungnya tidak sampai tembus tapi cukup membuat panas dan bekas.


Mbah Arsa dulunya buta huruf, dengan kesibukan adalah menderes kelapa dengan bayaran satu kilo beras.

Baca juga: Karnaval Pembangunan Bakal Meriahkan Peringatan HUT Ke-78 RI di Cilacap, Catat Tanggalnya!


Dia sendiri rampung berjuang usai Belanda kembali dan selesai peristiwa Agresi Militer.

Mbah Arsawiradi mempunyai 2 orang istri dan delapak anak delapan. 


Yang salah satu anaknya saat ini sudah bekerja di RS Tentara Jakarta.


Dia sampai saat ini hanya mengandalkan gaji sebagai veteran, yang diantar oleh Post.


Ia bercerita ada pantangan dalam menjaga pola makan yaitu tidak makan Ayam, Kambing, namun secara umum tidak ada yang dihindari. (jti) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved