Berita Jateng

Bisnis Ecoprint di Semarang Raup Omset Puluhan Juta Perbulan, Ini Kiatnya

produk-produk ecoprint, yaitu produk yang dibuat dengan teknik cetak menggunakan pewarna kain alami.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: khoirul muzaki
Idayatul Rohmah/Tribun Jateng
Erna Wahyuningsih, pemilik brand produk fesyen ramah lingkungan, Fuchsia dari Sambiroto, Semarang sedang menunjukkan produk-produknya dalam acara IKM Fashion Award 2023 di ruang Lokakrida, Gedung Moch Ichsan Lantai 8, Balaikota Semarang, Rabu 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG- Bisnis ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir kian bermuculan.

Di bidang fesyen, satu di antara yang kini menjadi tren yakni produk-produk ecoprint, yaitu produk yang dibuat dengan teknik cetak menggunakan pewarna kain alami.

Erna Wahyuningsih (50) adalah satu di antara pelaku bisnis itu. Pemilik brand Fuchsia dari Sambiroto, Semarang itu mengaku bahkan mampu meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan dari usaha ramah lingkungan yang ia kelola.

"Awalnya tidak serius, hanya untuk mengisi kegiatan. Tapi waktu pertama posting, laku. Akhirnya produksi semakin berkembang. 

Omzet alhamdullillah iya (sampai puluhan juta). (Penjualan) terus meningkat," kata Erna kepada tribunjateng.com, Rabu (17/5/2023).

Erna di sisi itu bercerita, bisnisnya itu ia mulai sejak tahun 2019. Menurutnya, untuk menghasilkan produk-produk ecoprint ia sebelumnya belajar secara autodidak sejak tahun 2018.

"Setelah belajar itu langsung produksi. Awalnya hasilnya hanya samar-samar. Itu yang memacu kami untuk berusaha mencari tahu apa yang salah hingga akhirnya menemukan ramuan sendiri," ujarnya.

Erna mengatakan, awalnya, produk awal ia buat sudah mendapat respon positif dari masyarakat. Ia mulai menjual produk-produk fesyen buatannya itu ke tetangga-tetangganya dan di status WhatsApp serta sosial media.

Menurut dia, banyak di antara mereka yang membeli yang kemudian penjualan pun makin meningkat.

"Pertama tetangga, kalau ada tamu dibelikan oleh-oleh di tempat kami, dijadikan buah tangan. Lama-lama banyak yang tahu, akhirnya getok tular.

Karyawan kemudian makin banyak. Awalnya satu, kemudian dua, sekarang jadi lima orang karena orderan banyak dan prosesnya cukup lama sampai 5 hari (untuk satu produk)," ujarnya.

Erna lantas berujar, produk yang ia hasilkan sendiri mulai dari pakaian, topi, mukena, sandal, hingga tas.

Adapun produk-produk itu ia jual mulai puluhan ribu sampai jutaan rupiah.

Ia mengatakan, harga puluhan ribu yakni berupa gantungan kunci berasal dari perca kulit dibanderol Rp 50.000 per pcs.

Kemudian, untuk kain maupun pakaian jadi ia jual mulai Rp 250.000 - Rp350.000.

"Kalau tas kulit harganya bervariasi. Tertinggi itu terbaru, ada batik tulis mix eco, tapi batiknya juga pewarna alam. harganya Rp 2 juta per dua meter," sebutnya.

Menurutnya, semua produk yang ia hasilkan terbuat dari bahan-bahan alami. Terutama dari zat warnanya, yang memanfaatkan tanaman yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar seperti kayu secang, Ketapang, dan lain sebagainya.

Erna mengatakan, zat warna ini selain ramah lingkungan juga mempunyai ciri khas jejak daun yang cantik dan unik sehingga peminatnya pun banyak.

"Seninya itu dari jejak (daun)nya dan tergantung dari treatmen-nya.

Peminatnya juga banyak banget, lagi booming istilahnya.

Sampai bulan Mei ini, kami orderan sampai 80 Pcs kain sampai akhir Mei harus sudah selesai," katanya sumringah.

Menurut Erna, peminat dari Fuchsia sendiri sejauh ini berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Adapun selain itu juga telah sampai di luar negeri.

"Untuk luar negeri, kemarin dibawa juga ke Belanda namun belum bisa dibilang ekspor karena pembeli yang belanja di sini untuk dibawa ke sana. Selain Belanda, juga sampai Jerman dan Jepang," ungkapnya.

Adapun di tengah maraknya bisnis ecoprint saat ini, menurut Erna merupakan tantangan baginya untuk terus berinovasi.

"Jadi kita bersaing dalam kecantikan jejak. Hasil karya kita harus ditingkatkan terus, harus ada beda dari yang lain.

Kalau di Fuchsia, ciri khasnya itu gradasinya. Jadi dalam satu kain bisa tiga sampai lima warna.

Kemudian inovasi pada tekniknya tidak hanya monoton daun. Kadang kami ada teknik dibentuk khas Semarang seperti warak ngendog, tapi cetakannya dari daun, kemudian ada juga wayang.

Kami sebisa mungkin ecoprint ini bisa sesuai dengan anak-anak muda sampai dewasa," imbuhnya. (idy)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved