Berita Batang
Nyadran Gunung Silurah Batang, Bentuk Syukur Warga atas Hasil Bumi, Tradisi Yang Masih Dijaga
Warga Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Batang memiliki tradisi warisan leluhur untuk dilestarikan hingga saat ini, yakni Nyadran Gunung.
Penulis: dina indriani | Editor: mamdukh adi priyanto
TRIBUNBANYUMAS.COM, BATANG - Warga Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah memiliki tradisi warisan leluhur untuk dilestarikan hingga saat ini, yakni Nyadran Gunung.
Masyarakat setempat mencoba mengekspresikan bentuk syukur kepada tuhan akan hasil bumi yang telah mereka peroleh selama setahun ini.
Desa yang terletak di antara Gunung Ranggakusuma dan Gunung Kobar itu masih kental adat budayanya.
Nyadran Gunung pun selalu disambut suka ria oleh warga Desa Silurah.
Baca juga: Aksi Pencuri Bersarung di Batang Tertangkap Kamera CCTV, Belasan Laptop di SMPN 1 Warungasem Raib

"Alhamdulillah pada pagi hari ini menjadi bagian nikmat bagi kami semua, bisa menyelenggarakan kegiatan adat Nyadran Gunung atau sedekah bumi, dengan harapan selalu melestarikan budaya dan alam," tutur Kepala Desa Silurah, Suroto kepada TribunBanyumas.com, Kamis (24/11/2022).
Lebih lanjut, dikatakannya, Nyadran Gunung Silurah dilakukan setiap bulan Jumadil Awal tepat pada Jumat Kliwon, tradisi ini menjadi warisan nenek moyang.
Ada berbagai serangkaian kegiatan yang bertema menyatu dengan alam mulai dari kirab hasil bumi, pelepasan burung, penanaman pohon, penyebaran benih ikan, ider-ider (keliling) desa, potong kambing kendit, slametan dan pentas ronggeng, serta pementasan wayang kulit.
"Untuk hari ini tadi sudah kirab budaya warga berbondong-bondong membawa hasil panen sebagai simbol puji syukur kepada Allah yang akan disajikan besok, Jumat (25/11/2022).
Dan besok juga akan dilakukan Nyadran Gunung Ranggakusuma memotong kambing kendit yang nantinya akan dimasak disajikan makan bersama ditemani pentas ronggeng," jelasnya.
Baca juga: Alhamdulillah, Pemprov Jateng Beri Bantuan 1 Ton Kedelai bagi 100 Pengrajin Tahu dan Tempe di Batang
Tradisi secara turun-temurun itu diyakini warga setempat untuk menjauhkan bala, bahkan sebelumnya dikatakan Suroto tradisi itu pernah tidak diselenggarakan lalu terjadi pagebluk di desa.
"Tujuannya, selain sebagai wujud syukur kepada alam doa bersama juga agar dijauhkan bala, sebelumnya sekitar tahun 90-an pernah tidak digelar dan ternyata terjadi musibah pagebluk, ya kita meminta doa yang terbaik serta untuk melestarikan budaya," ujarnya. (*)
Baca juga: Pemkab Batang Upayakan Kawasan Lindung di Lokasi Penemuan Candi Tertua di Jateng