Korupsi Banjarnegara
Terungkap Soal Fee di Sidang Bupati Nonaktif Banjarnegara, Saksi: Wajib 10 Persen, Diberikan Tunai
Sidang suap dan gratifikasi pada Dinas PUPR Banjarnegara 2017-2018, digelar lagi di Tipikor Semarang, Jumat (25/3/2022).
Penulis: budi susanto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Sidang suap dan gratifikasi pada Dinas PUPR Banjarnegara 2017-2018, digelar lagi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jumat (25/3/2022).
Dalam sidang ini, terungkap, kontraktor pelaksana proyek memberikan fee dalam bentuk uang tunai, sesuai permintaan.
Kasus ini menjerat Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono dan orang kepercayaannya, Kedy Afandi, sebagai tersangka.
Sidang hari menghadirkan tiga saksi. Ketua Majelis Hakim Rochmad sempat menegur saksi pertama bernama Azid Barokah, saat pemeriksaan berlangsung.
"Ojo mbingungi dewe to (jangan bingung sendiri)," ucapnya.
Baca juga: Terungkap Lagi Direktur Boneka Perusahaan Milik Bupati Nonaktif Banjarnegara: Hanya Tanda Tangan
Baca juga: Sidang Kasus Korupsi Bupati Nonaktif Banjarnegara: Kisah Sopir yang Ditunjuk Jadi Direktur
Baca juga: Terungkap di Sidang, Bupati Nonaktif Banjarnegara Kumpulkan Kontraktor dan Minta Fee 10 Persen
Teguran ketua majelis hakim ini disampaikan lantaran Azid yang merupakan pemilik UD Putra Barokah dinilai berbelit dalam menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan JPU, Azid mengaku mengetahui adanya ploting paket yang diatur terdakwa Kedy Afandi dan Budhi Sarwono.
Namun, saat ditanya dalam persidangan, apakah BAP tersebut benar, Azid justru mengatakan tidak tahu mengenai ploting.
"Loh, saya tidak tahu adanya ploting. Saya minta BAP saya dicabut saja," ucapnya diiringi wajah bingung dari JPU hingga majelis hakim.
Terkait jawaban Azid ini, majelis hakim pun langsung melontarkan pertanyaan kritis.
"Kenapa tidak komplain saat penyidik meminta tanda tangan di BAP?" tanya hakim.
"Saya tidak paham, Pak, saya hanya tanda tangan," jawa Azid.
Selain Azid, dua saksi lain yang dihadirkan dalam sidang hari ini adalah Ahmad Muharris Anwar, Kepala Plant PT Jadi Kuat Bersama; serta Firman Harto Yuwono, Komisaris PT Dieng Persada Nusantara.
Dalam persidangan tersebut kembali mencuat soal fee proyek.
Bahkan, fee tersebut diwajibkan kepada pemenang lelang atas instruksi Budhi Sarwono yang saat itu sebagai bupati aktif, lewat Kedy Afandi.
Baca juga: Lagi, Jalur Tengkorak Parakan-Kertek Wonosobo Memakan Korban. Truk Pupuk Terjun ke Sungai, Dua Tewas
Baca juga: Waspada! Anak Batuk Berdahak Lebih dari 2 Pekan Disertai Penurunan Nafsu Makan Bisa Jadi Tanda TBC
Baca juga: Peziarah Meningkat Jelang Ramadan, Pedagang Bunga Tabur di Kedungwuluh Banyumas Panen Untung
Baca juga: Menikmati Deburan Ombak Pantai Indah Widarapayung Cilacap dari Atas Kuda? Siapa Takut!
Hal ini disampaikan Firman Harto Yuwono. Ia menyebutkan, pada periode tersebut, dia mendapatkan dua prpoyek.
Yakni, paket pekerjaan peningkatan Jalan Kepakisan-Sileri Bitingan pada 2017 dan Pekasiran-Batas pada 2018.
Firman mengatakan, paket pekerjaan itu memang diberikan Kedy Afandi selaku tangan kanan Budhi Sarwono.
"Dari pekerjaan tersebut, ada kewajiban memberikan fee kepada Budhi Sarwono, melalui Kedy Afandi," katanya.
Untuk paket Kepakisan-Sileri Bitingan di 2017, Firman telah memberikan Rp 390 juta dari total kontrak Rp 4 miliar.
"Sementara, Pekasiran-Batas, saya berikan Rp 380 juta, dari total nilai paket Rp 3,8 miliar," kata dia mengakui dalam persidangan.
Ditambahkannya, pemberian fee yang diwajibkan mencapai 10 persen dari total nilai paket dan fee itu jadi hal wajib.
"Saya pernah memberikan fee di tempat cuci mobil dan pinggir jalan ke Kedy Afandi, ia juga selalu meminta tunai."
"Karena sudah diwajibkan, ya mau tak mau, saya berikan. Untuk keuntungan saya sendiri, untuk setiap pengerjaan, sekitar Rp 150 juta," tambahnya. (*)