Berita Jateng
Bukan Salah Sopir! MTI Minta Tanggung Jawab Pengusaha Angkutan dan Pemilik Barang terkait Truk ODOL
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) minta pemerintah tak diam melihat nasib para pengemudi truk, terutama terkait truk over dimension over load.
Penulis: budi susanto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) minta pemerintah tak diam melihat nasib para pengemudi truk, terutama terkait over dimension over load (ODOL).
Dalam kasus tersebut, sopir truk selalu menjadi tersangka dan ditindak penegak aturan.
Padahal, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, para pengemudi truk merupakan ujung tombak angkutan logistik.
Djoko mengatakan, sebenarnya, para pengemudi truk juga enggan membawa muatan berlebihan karena risiko yang dihadapi di jalan raya.
"Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas dan dalam kondisi hidup, pastilah mereka dijadikan tersangka. Padahal, membawa muatan tak sesuai aturan bukan keinginan pengemudi," kata Djoko, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Agus Pratiknyo Yakin Penindakan Truk ODOL Tak Akan Berhasil Jika Pemerintah Tak Lakukan Ini
Baca juga: Petugas Gabungan Tilang 11 Truk Obesitas di Pekalongan
Menurut Djoko, akar permasalahan truk ODOL adalah rendahnya tarif angkut barang. Ini membuat pemilik barang dan pemilik truk tidak mau keuntungannya berkurang.
"Dampaknya, para pengemudi dikorbankan untuk menanggung biaya tidak terduga. Uang yang dibawa pengemudi truk berkurang karena menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar, parkir, hingga urusan ban pecah," katanya.
Djoko menuturkan, hal ini mempengaruhi kesejahteraan para sopir truk.
Masalah tersebut membuat uang yang dibawa sopir untuk mencukupi kebutuhan keluarga tidak sebanding dengan lama waktu bekerja.
"Karena hal tersebut, profesi pengemudi truk tidak memikat bagi kebanyakan orang, semakin sulit mendapatkan pengemudi truk berkualitas," paparnya.
Penetapan tarif angkut barang, dikatakan Djoko, menjadi kunci permasalahan.
Baca juga: Kembali Berstatus Level 3 PPKM, Bupati Purbalingga Minta Satgas Covid Kecamatan Gelar Yustisi Prokes
Baca juga: Tertimpa Kandang Ayam, Bocah 9 Tahun asal Sragen Meninggal Dunia
Baca juga: 4 Daerah di Jawa Bali Masuk PPKM Level 4, Termasuk Kota Tegal
Baca juga: Tetap Berproduksi, Pengrajin Tempe di Pliken Banyumas Kecilkan Ukuran meski Diprotes Pembeli
Seharusnya, menurut kacamatanya, pemerintah dapat mengendalikan dengan menetapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah.
"Supaya, pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan dengan kendaraan berdimensi lebih."
"Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus diminta bertanggung jawab," imbuhnya.
Ia menambahkan, pemerintah selama ini baru mengajak pemilik barang dan pengusaha angkutan barang untuk berdiskusi menyelesaikan masalah truk ODOL.
"Tidak ada salahnya mendengar keluhan pengemudi truk karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir," tambah Djoko. (*)