Berita Jawa Tengah

Perwakilan Warga Terdampak Tol Demak Datangi Kantor DPRD Jateng, Maksud Ingin Mengadu Tapi Kecele

Perwakilan warga Desa Karangrejo, Wonosalam, Kendaldoyong (Kecamatan Wonosalam) dan Desa Lo Ireng (Kecamatan Sayung) mendatangi Gedung DPRD Jateng.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: deni setiawan
TRIBUN BANYUMAS/MAMDUKH ADI PRIYANTO
Perwakilan warga terdampak pembangunan Tol Semarang-Demak bersama Kades mengadu ke DPRD Jateng terkait penetapan harga ganti untung pembebasan lahan yang dinilai tidak sesuai aturan, Kamis (1/4/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Pembebasan lahan proyek jalan tol Semarang- Demak (Semak) di Sesi II (Sayung-Demak) masih menyisakan masalah.

Penetapan harga pada ganti untung pembebasan lahan masih menjadi polemik.

Sejumlah warga di beberapa desa masih ogah melepaskan lahan karena harga yang ditawarkan belum cocok.

Baca juga: Organda Kabupaten Semarang Minta Pemerintah Beri BLT sebagai Kompensasi Larangan Mudik Lebaran

Baca juga: Langgar Jam Malam, 2 Tempat Hiburan Malam di Kota Semarang Disegel

Baca juga: Pergeseran Perwira di Polres Pati, Kompol Sumiarta Jabat Wakapolres, Kompol Davis ke Polda Jateng

Baca juga: Kapolda Perketat Pengamanan Mako Polres di Jateng, Minta Polisi Tak Takut Teror saat Layani Warga

Perwakilan warga Desa Karangrejo, Wonosalam, Kendaldoyong (Kecamatan Wonosalam) dan Desa Lo Ireng (Kecamatan Sayung) mendatangi Gedung Berlian DPRD Jateng.

Mereka hendak mengadu ke wakil rakyat mereka.

Namun, lantaran para legislator tengah memiliki agenda kunjungan kerja di luar kantor, audiensi dijadwal ulang.

Perwakilan warga terdampak jalan tol dari Desa Karangrejo, Sukarman (58) mengatakan, mereka hendak menemui anggota DPRD dan Gubernur Jawa Tengah.

Maksudnya untuk mengadukan dimana lahan mereka dihargai tidak layak dan belum berkeadilan.

"Lahan saya dihargai Rp 140 ribu permeter."

"Kalau sesuai UU seharusnya minimal 10 dikali NJOP (nilai jual objek pajak)."

"Kalau dihargai sesuai aturan, seharusnya tanah saya dihargai Rp 820 ribu permeter," kata Karman kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (1/4/2021).

Dia membandingkan lahan di desa sebelah atau di Wonosalam yang sebagian dihargai tinggi yakni hingga Rp 1,190 juta.

Begitu juga lahan di Sidogemah yang dipatok tinggi-tinggi hingga Rp 2 juta permeter.

Ia juga tidak paham dasar penghitungan yang dilakukan tim appraisal dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai pihak yang bertugas menetapkan harga untuk pembebasan lahan.

Padahal, kata dia, tanah yang terdampak jalan tol merupakan lahan produktif.

Sama-sama lahan produktif, namun penetapan harga berbeda.

"Presiden Jokowi sering bilang harus ganti untung."

"Mbok yao kami menerima yang pantas sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012, yaitu minimal 10 kali NJOP."

"Tidak susah-susah permintaan kami, harga harus sesuai aturan," tandasnya.

Sebelumnya, beberapa warga juga telah mengadu ke DPRD Kabupaten Demak, lalu diadakan audiensi.

Pihak appraisal dan KJPP juga diundang.

Namun, beberapa kali audiensi, kata dia, pihak KJPP tidak datang.

Padahal, audiensi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui landasan atau dasar apa yang digunakan sehingga muncul angka penetapan harga tanah.

Warga hanya ingin transparansi dari pihak-pihak yang melaksanakan pembebasan lahan proyek tol yang juga diproyeksi menjadi tanggul laut ini.

Terdapat 68 lahan di tiga desa (Karangrejo, Lo Ireng, dan Kendaldoyong) yang terdampak jalan tol seksi II.

Pada dasarnya, ia dan warga lain sangat mendukung proyek nasional pembangunan jalan tol, tidak ada niat untuk menghambatnya.

"Kami mendukung program tersebut, namun harusnya nasib kami juga diperhatikan."

"Karena lahan yang terdampak jalan tol Semarang-Demak seksi II ini dibeli dengan harga yang tidak sesuai."

"Kami sudah ajukan surat permohonan audiensi kepada wakil rakyat dan Gubernur kami."

"Kami harap bisa mendapatkan solusi nantinya," tambahnya.

Hal senada juga diungkapkan Mukohar (48) warga Desa Kendaldoyong.

Menurutnya, sebagian warga tidak mau melepas tanahnya karena merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.

"Yang setuju ada, tapi sampai sekarang belum terima uangnya."

"Yang menolak juga banyak karena harga tidak sesuai, buat beli lagi (tanah) susah, harganya mahal-mahal," jelasnya.

Ia juga pernah diundang ke satu perbankan untuk tanda tangan sebagai persetujuan penetapan harga.

Namun dirinya menolak karena tidak ada rembugan atau musyawarah soal harga.

Artinya, tim appraisal langsung memutuskan harga dengan sepihak.

Kades Karang Rejo, Akhmad Kuwoso, yang mendampingi warga mengatakan pihaknya berupaya memberikan dukungan secara moral kepada warga terdampak.

Dia menilai, saat ini warga kebingungan karena tidak tahu harus mengadu ke mana.

Ia sebagai kades yang tentunya sebagai pihak yang paling dekat dengan warga harus memberikan solusi.

"Saya tidak mau disebut jadi provokator."

"Karena saya Kades akhirnya jadi jujukan warga."

"Warga mengeluh karena tanah yang terkena jalan tol ini diharga dinilai tidak pantas akhirnya mengadu ke saya."

"Saya sudah menyampaikan ke tim apraisal dan pihak yang berwenang untuk meringankan beban pikiran warga, bukan meringankan harga lahan mereka," katanya.

Namun, pihaknya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan terkait dasar penghitungan harga lahan. (Mamduh Adi)

Baca juga: Imam Masjid Dibacok Saat Subuh, Pelaku Gunakan Parang dan Tombak, Polres Temanggung: Masalah Lahan

Baca juga: Dinkes Jateng Periksa Ulang Sampel Penyintas Corona B117 Asal Brebes, Hasilnya Tunggu Sebulan Lagi

Baca juga: Pesan Romo Agustinus untuk Umat Kristen di Tegal dalam Paskah 2021: Harus Lebih Peduli dan Peka

Baca juga: Empat Kecamatan Belum Tersentuh Layanan Sampah di Pemalang, DLH: Keterbatasan Armada dan SDM

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved