Teror Virus Corona

Jenazah Pasien Pengawasan Virus Corona Dibungkus Plastik, RSUP Kariadi Ungkap Penyebab Kematian

Jenazah Pasien Pengawasan Virus Corona Dibungkus Plastik, RSUP Kariadi Ungkap Penyebab Kematian

Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: muslimah
Tribun Jateng/Muhammad Sholekan
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang kembali menyelenggarakan konferensi pers terkait pasien yang diduga terjangkit virus corona, Rabu (26/2/2020) siang bertempat di Gedung Penunjang Lantai. 

Jenazah Pasien Pengawasan Virus Corona Dibungkus Plastik, RSUP Kariadi Ungkap Penyebab Kematian

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Pasien dalam Pengawasan virus corona meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang, Minggu (23/2/2020).

Saat hendak dimakamkan, tubuh jenazah dibungkus plastik. Namun, pihak rumah sakit menyebut meninggalnya pasien itu bukan karena positif virus corona, melainkan karena gangguan napas berat.

Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Kariadi Semarang, Agoes Oerip Poerwoko, mengatakan, proses pemakaman pasien yang meninggal sudah sesuai prosedur.

Setelah 1 Tahun Riyanto Husnooohh dari Cilacap Buktikan Moto Hidupnya: Dengan Ngapak Hidupku Kepenak

Kisah Sugeng Wiyono Kolektor Foto Tua Asal Purwokerto, Menolak Iming-iming Mobil dari Orang Belanda

Kepsek SD di Purbalingga Beberkan Detik-detik Siswanya Tewas Tenggelam di Kolam Renang:Kami Menyesal

Jadwal Acara TV Hari Ini: Ada Fantastic 4 di GTV dan Liga Dangdut Indonesia Indosiar

"Pada saat memandikan jenazah pasien, petugas memakai alat pelindung diri dari baju, masker, kacamata, topi sesuai prosedur.

Area jalan ke kamar mayat juga kita bebaskan. Lalu jenazahnya diberi penutup terbungkus plastik untuk memastikan agar tak menular ke keluarganya," kata Agoes saat diwawancarai Kompas.com, di rumah sakit, Rabu (26/2).

Menurutnya, pasien itu baru pulang ke Indonesia usai perjalanan dari Spanyol dan transit di Dubai.

Pasien tersebut kemudian menjalani perawatan di ruang isolasi ICU RSUP Kariadi.

Karena model pemakaman tersebut, sempat terjadi simpangsiur informasi bahwa pasien tersebut meninggal karena virus corona.

Untuk meluruskan informasi itu, RSUP Dr Kariadi Semarang kembali menyelenggarakan konferensi pers terkait pasien yang diduga terjangkit virus corona tersebut, Rabu (26/2) siang di Gedung Penunjang Lantai.

Konferensi pers tersebut dihadiri oleh Direktur Medik dan Keperawatan RSUP drKariadi, dr Agoes Oerip Purwoko, SpOG(K) MARS; Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, dr M Abdul Hakam,SpPD; Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr Yulianto Prabowo MKes; Tim Medis RUP drKariadi, dr Fathur Nurcholis SpPD-KP dan dr Nurfarchanah SpPD-KPTI.

Menurut Direktur Medik dan Keperawatan, dr. Agoes Oerip Purwoko, menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sudah memberikan dua istilah mengenai pasien yang diduga terkena virus corona.

"Yakni Pasien Dengan Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP). Itu perlu kami sampaikan siang hari ini," kata dr Agus, Rabu (26/2) siang kepada awak media.

Menurutnya, pasien dalam pengawasan itu adalah pasien dengan gejala klinis demam, batuk, dan sesak nafas kemudian pernah punya riwayat kunjungan ke beberapa negara yang positif corona oleh World Healht Organization (WHO).

Sementara, orang dalam pemantauan adalah orang yang hanya punya riwayat kunjungan ke negara-negara yang dinyatakan positif, tapi tidak menunjukkan gejala klinis.

"Maka, kedua kategori tersebut berbeda perlakuan. Yang kami rawat adalah orang dalam pengawasan, jadi memang ada gejala klinis.

Jadi dari Januari sampai hari ini ada 10 pasien. Pada hari Minggu (23/2) memang ada pasien dalam pengawasan yang meninggal dunia. Jadi memang secara klinis pasien masuk dalam pengawasan, karena memang pasien ada riwayat kunjungan ke luar negeri dan menunjukkan gejala klinis bisa demam, batuk, sesak nafas, dan gangguan nafas berat," ungkapnya.

Agus menyampaikan, pasien dalam pengawasan itu diperlakukan sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Yaitu, penanganan dan pemeriksaan penunjang yang tujuannya adalah mencari penyebab utama apakah terjadi infeksi virus corona.

Keterangan Medis dan Penyebab Meninggal

Menurut dr Fathur Nurcholis, SpPD-KP, medis yang menangani pasien tersebut, pasien dengan pengawasan terkait Covid-19 kemudian dinyatakan meninggal.

"Ternyata hasil pemeriksaan yang kami lakukan di Litbangkes, karena kita khawatirkan penyebabnya adalah virus corona itu tidak terbukti. Pasien yang kemarin meninggal itu karena infeksi di paru-paru yang bersifat berat," tuturnya.

Dia menuturkan, pasien itu meninggal karena kerusakan akibat sesuatu. Akibat sesuatu itu apa? Dia menegaskan kembali, jelas bukan virus corona.

"Hasil yang kami kirimkan ke jakarta hasilnya negatif corona. Lalu apa saja penyebabnya? Penyebabnya infeksi, nah infeksi itu bermacam-macam.

Secara garis besar yakni virus, bakteria, dan jamur atau makhluk hidup yang lain.

Kasus seperti yang kemaren meninggal itu bisa terjadi kepada siapapun dan seban apapun juga, termasuk oleh bakteri.

Kondisi tersebut bernama bronco pnemoni. Nah, bronco pnemoni angka kematiannya banyak. Penyebabnya apa? yang jelas bukan Covid-19," ungkapnya.

Dia menuturkan, seseorang dengan bronco pnemoni mengalami peradangan infeksi di saluran nafas di paru, maka orang ini akan mengalami gangguan dalam hal bernafas sehingga orang ini tidak mengambil oksigen dan tidak bisa mengeluarkan co2 ini yang namanya gagal kondisi nafas.

"Pada pasien-pasien dengan kriteria yang berat apapun penyebabnya salah satunya bronco pnemoni itu akan mengalami suatu komplikasi yang namanya komplikasi multi organ, sehingga walaupun penyebab awalnya di saluran pernafasan komplikasinya bisa ke seluruh organ. Kalau semua organ-organ ini mengalami kelelahan, mengalami kerusakan. Secara otomatis sel-selnya akan mengalami kematian," tuturnya.

"Jadi penyebab meninggalnya, satu karena gagal nafas dan kedua karena shapesis shock dengan multiorgan. Yang perlu ditegaskan kembali kasus bronco pnemoni itu, sekali lagi penyebabnya banyak, ada yang bakteri, virus, dan jamur itu bisa terjadi kepada siapapun. baik orang ini dalam pengawasan dan pemantauan terkait covid-19 atau bukan," tandasnya.

Dia menjelaskan, bahkan orang Indonesia yang tidak punya riwayat ke luar negeri, bahkan tidak kemana-mana, bahkan tidak bersentuhan dengan orang yang dari luar negeri bisa menderita bronco pnemoni.

Dokter medis lain, dr Nurfarchanah SpPD-KPTI yang juga menangani pasien tersebut menuturkan, terkait masa inkubasi bakteri lebih cepat akut lebih cepat dibanding kronis.
"Kalau untuk inkubasi bakteri, waktunya 5-7 hari. Karena itu penyakit atau infeksi akut memang cepat. Kalau kronis itu lebih lama," tuturnya. (kan/Kompas.com)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved