Kisah Mbah Kartasun Berjualan Meja di Usia 89 Tahun, Sering Dikira Pengemis dan Selalu Bawa UUD 45

Kepadatan pertokoan di Jalan Jenderal Soedirman Purwokerto terasa kontras dengan sesosok pria yang duduk di bawah pohon.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Mbah Kartasun (89) seorang pedagang meja kayu dan kandang ayam yang biasa berjualan di depan kantor Bank Mandiri Purwokerto pada Minggu (26/1/2020). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Kepadatan pertokoan di Jalan Jenderal Soedirman Purwokerto terasa kontras dengan sesosok pria yang duduk di bawah pohon dan berselonjor  memandang jalan.

Dia adalah Kakek Kartasun, di usianya yang sudah menginjak 89 tahun ia lantang melawan terik matahari dan riuh ramai suara kendaraan. 

Dari kejauhan terlihat sepasang suami istri menghampirinya.

Mereka bercakap-cakap dan bertanya, "Pira kie mbah sijine," tanya sang istri.

Dalam bahasa Indonesia artinya "berapa ini mbah harganya".

Rupanya pasangan tersebut sedang menanyakan harga sebuah meja kayu berukuran panjang kurang lebih satu meter kali lebar setengah meter tersebut.

6 Film Indonesia Tayang Februari 2020 di Bioskop, Film Genre Horor hingga Romantis

Seram! Dahan Beringin di Kuburan Slatri Banjarnegara Tumbang, Truk yang Melintas Mendadak Mogok

"Niki regane Rp 150 mawon bu, monggo mbok badhe di pirsani," jawab sang kakek sambil menoleh ke atas.

Artinya, ini harganya Rp 150 ribu saja bu, silahkan kalau ingin melihat.

Namun, pasangan suami istri itupun justru langsung meninggalkan kakek tersebut sambil bergumam, "Lah kemahalan ini mah", ucapnya.

Kakek tersebut akhirnya hanya bisa termenung dan terdiam menatap kearah jalanan sambil memegang dan mengusap-usap meja jualannya.

Cuaca begitu terik, padahal matahari belum berada tepat di atas ubun-ubun.

Masih sekira pukul 10.00 WIB, kakek penjual meja kayu menyeka keringat dan mengibaskan-kibaskan kertas.

Pria renta yang beralamat di Desa Kemutug Kidul, RT 1 RW 3, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas itu sehari-hari berjualan meja dan kandang ayam.

Jarak rumah dan tempat dia biasa berjualan sekira 10 kilometer dengan waktu tempuh 20 menit jika menggunakan kendaraan roda empat.

Kondisi Pasar Makanan Ekstrem Wuhan Titik Mula Penyebaran Virus Corona, Apa Bedanya dengan Tomohon?

Video Warga Wuhan Berjatuhan di Jalan Diduga Terjangkit Virus Corona

Setiap pukul 08.00 WIB, Kartasun sudah memulai beraktifitas berjualan dengan mengangkut sendiri meja-meja tersebut.

Kursi dan kandang ayam tersebut diangkut menggunakan bantuan angkot dan diletakan di bagian atap kendaraan.

Sesampainya di depan RS Wijayakusuma Purwokerto, mbah Kartasun lalu turun dan menggendong sendiri meja kayu jualannya untuk di bawa ke tempat dia biasa berjualan, yaitu di depan Kantor Bank Mandiri Purwokerto.

Tidak pernah menyangka bukan, jika kakek tua berumur 89 tahun ini masih kuat memanggul dan membawa sendiri meja kayu.

Dedikasi dan ketelatenan terhadap pekerjaan itulah yang membuatnya bertahan.

Kartasun sudah berjualan sejak 1954.

Pria yang begitu menganggumi sosok Presiden Soekarno tersebut, tampak begitu nasionalis.

Terlihat dari bungkusan putih berisi buku Undang-Undang Dasar 1945 yang selalu dibawanya kemanapun.

Kisah Penjual Tahu Goreng Cantik yang Dilecehkan Warganet, Dagangannya Justru Laris Manis

Kalah Dari Valencia 2-0 Pelatih Barcelona Setien Sebut Messi CS Tak Paham Taktik yang Dia Inginkan

Sesekali dia menceritakan kekagumannya pada Soekarno yang dianggapnya sebagai tokoh sentral kemerdekaan Indonesia.

"Bapak Soekarno itu begitu penting, tanpa beliau kita tidak dapat menikmati kemerdekaan seperti ini sekarang," ujarnya.

Dia bercerita jika dulu dia sanggup berjualan meja kayu dan kandang ayam sampai ke Sokaraja dan Purbalingga.

Namun, karena kondisi yang sudah renta dia paling memanfaatkan keramain dengan membuka lapak di depan kantor Bank Mandiri Purwokerto.

"Sekarang membawa dua barang saja belum pasti terjual, mesti menunggu dua sampai tiga hari," katanya kepada TribunBanyumas.com, Minggu (26/1/2020).

Tidak jarang dengan kondisi yang tua renta berpakain sederhana dan menggunakan tas plastik, dia dikira pengemis pinggir jalan.

Padahal disampingnya ada barang jualan berupa meja kayu yang sengaja dia bawa agar memperoleh sedikit rupiah.

"Iya memang terkadang orang lewat banyak memberikan uang, mungkin dikira pengemis padahal bukan, saya jualan meja kayu.

Tetapi kalau ada yang ikhlas iya saya terima saja," ungkapnya.

Ada sebuah ironi yang menyelimuti kisah hidup mbah Kartasun.

Disaat usianya sudah tidak muda lagi ternyata dia hidup sebatang kara tanpa anak dan istri yang menemani.

Mbah Kartasun hidup sendiri, istri dan ketiga anaknya sudah meninggal.

Anak pertamanya laki-laki meninggal pada saat masih berumur 3 tahun.

Sedangkan anak kedua juga meninggal pada waktu masih balita berumur 2 tahun.

Barcelona Kalah dari Valencia 2-0, Suporter Kedua Tim Bentrok di Luar Lapangan

Syok Urus Bayi Kembarnya Ketika Malam Hari, Syahnaz: Rasanya Pingin Nyebur

Anak terakhir yang dia harapkan menjadi penopang hidup juga meninggal pada 2016 kemarin.

Sementara itu, istrinya sudah lama meninggal sejak tahun 2000 karena sakit.

Mbah Kartasun tidak menceritakan sakit apa yang diderita oleh anak-anaknya namun, dia hanya mengutarakan kesedihannya karena ditinggal seluruh anggota keluarganya tersebut.

Bentuk dari kecintaan terhadap keluarganya tersebut, dia tunjukan dengan menulis tanggal-tanggal kematian anak dan istrinya dalam sebuah buku catatan kecil.

Dia mengaku sengaja melakukannya agar tidak lupa dan tetap mengingat kematian anak-anak dan istrinya.

"Saya tulis supaya tidak lupa, setiap tanggal dan peringatannya.

Terkadang saya hitung peringatan hari ke 100, 1000.

Memang tidak ada acara selamatan atau kepungan, tetapi yang penting memanjatkan doa," ucapnya.

Meja kayu biasa di jual dengan harga Rp 150 ribu sedangkan kandang ayam dihargai Rp 80 ribu.

Meski berpenghasilan tidak menentu, untungnya mbah Kartasun sudah memiliki kartu BPJS dan Kartu Kesejahteraan dari pemerintah, sehingga cukup meringankan beban.

Kegigihan dan semangat yang dimiliki oleh mbah Kartasun memang pantas sekali di contoh.

Hidup sebatang kara dengan tetap berjualan kursi kayu dan kandang ayam tidak membuatnya menyerah dan lemah dengan keadaan.

Tidak seperti anak-anak dan istrinya yang sudah meninggal, dengan umur panjang yang dimiliki, dia pergunakan untuk tetap berjuang menjalani sisa hidup. (jti)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved