Kawasan Cagar Budaya Dieng Terdesak Pembangunan, Heni: Harus Ada Upaya Penyelamatan atau Hancur
Bangunan candi yang ditemukan baru-baru ini ditemukan saat penggalian untuk pembangunan septic tank
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Penemuan kaki candi di lahan warga Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara kembali menggairahkan dunia penelitian.
Temuan itu bisa menambah petunjuk bagi peneliti untuk mengungkap peradaban Dieng di masa lampau lebih utuh.
Temuan ini sekaligus membuktikan, masih banyak peninggalan budaya leluhur yang terpendam atau belum ditemukan di tanah Dieng.
Sebagian benda purbakala itu ditemukan saat penggalian menggunakan alat berat.
Bangunan candi yang ditemukan baru-baru ini ditemukan saat penggalian untuk pembangunan septic tank.
Sebelumnya, warga juga sempat menemukan arca ganesha yang merupakan arca terbesar di Desa Dieng Wetan, Kejajar Wonosobo.
September 2019 lalu, warga juga dikejutkan dengan penemuan batuan candi saat pembangunan rest area Desa Dieng Wetan menggunakan alat berat.
Tiga penemuan beruntun itu sama-sama ditemukan di lahan yang diolah warga, baik untuk pertanian maupun pembangunan.
Pengurus Pusat Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Heni Purwono mengatakan, temuan demi temuan itu membuktikan bahwa kawasan Dieng dipenuhi dengan candi di masa lalu.
Tetapi di sisi lain, ada keprihatinan karena beberapa warisan budaya itu ditemukan saat proses pembangunan.
Kawasan ditemukannya situs Dieng tidak semuanya dikuasai pemerintah.
Sebagian ditemukan di lahan milik warga Dieng.
Pembangunan di Dieng yang semakin tak terkendali, menurut Heni, akan mengancam keberadaan situs di Dieng.
Jika tanah telah tertutup beton atau bangunan permanen, upaya penyelamatan situs atau candi yang dimungkinkan masih banyak yang belum ditemukan akan sulit.
Karenanya, pihaknya meminta Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta untuk melakukan rescue archeology.
“Temuan-temuan batuan candi di terminal Dieng, arca Ganesha dan kaki candi jadi alasan yang sudah cukup untuk dilakukan ekskavasi.
Ini diperlukan untuk menyelamatkan situs yang terancam oleh perubahan atau penghancuran yang cukup serius” jelas Heni.
Menurut dia, pembangunan yang mengancam cagar budaya harus dihentikan.
Ia pun menyayangkan, meski telah jelas ditemukan banyak batuan candi, proyek pembanguan rest area di terminal Dieng masih dilanjutkan.

Jika pembangunan terus membabi buta tanpa memperhatikan kelestarian cagar budaya, Heni yakin ke depan Dieng akan ditinggalkan karena tak lagi menarik lagi bagi pengunjung atau wisatawan.
Pasalnya, keberadaan warisan budaya di Dieng jadi magnet utama objek wisata Dieng selain pesona alamnya.
Dieng menurut dia adalah aset wisata sejarah yang tak dimiliki tempat lain.
Didukung panorama alam yang indah, Dieng akan semakin memiliki magnet bagi wisatawan.
Heni pun yakin Unesco akan mau menetapkan Dieng menjadi warisan dunia jika pemerintah mau melakukan ekskavasi secara serius.
Jika itu dilakukan, Dieng bakal menjadi magnet wisata dunia kedua setelah Borobudur di Magelang.
Langkah awal untuk mewujudkannya, menurut Heni, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu turun tangan untuk memastikan segala pembangunan di Dieng terkendali.
Ini lantaran Dieng menjadi wilayah yang dikelola dua kabupaten, Banjarnegara dan Wonosobo.
Pemkab Banjarnegara tahun ini akan membahas Perda Cagar Budaya yang merupakan sinyal positif untuk itu.
“Langkah itu patut diapresiasi, dan ke depan saya harap ada langkah nyata lainnya untuk melindungi cagar budaya di Banjarnegara” katanya. (*)