Didemo Petani Terkait Pelarangan Beli Pertalite dengan Jeriken, Begini Penjelasan Pertamina
Puluhan petani, pedagang dan pengojek dari beberapa kecamatan bagian atas Kabupaten Banjarnegara menggelar aksi damai di pelataran SPBU Karangkobar.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: Rival Almanaf
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Puluhan petani, pedagang dan pengojek dari beberapa kecamatan bagian atas Kabupaten Banjarnegara menggelar aksi damai di pelataran SPBU Karangkobar.
Mereka sembari membawa kertas atau kardus bertuliskan keluhan dan tuntutan.
Mereka meneriakkan aspirasi dengan nada lantang.
Aksi mereka ini bukan tanpa alasan.
Edi Santoso, petani asal Desa Sumberejo Kecamatan Batur mengaku keberatan dengan kebijakan yang melarang pembelian pertalite
menggunakan jeriken.
Pjs Unit Manager Comm & CSR MOR IV, Arya Yusa Dwicandra mengatakan, ia telah menerima laporan mengenai aksi protes warga Banjarnegara yang keberatan atas kebijakan Pertamina.
Pihaknya pun telah menampung aspirasi mereka dan akan menindaklanjutinya.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah setempat sebelum mengambil keputusan terkait masalah ini.
"Nanti koordinasi dengan pemerintah daerah dulu," katanya.
Menurut dia, ini bukanlah kebijakan baru.
Peraturan mengenai larangan penggunaan jeriken untuk membeli BBM sudah ada sejak tahun sebelumnya.
Hanya saja pihaknya selama ini masih memberikan batas toleransi sembari menyosialisasikan peraturan itu ke masyarakat.
Pasalnya, pihaknya pun menyadari tidak semua daerah, terutama di lokasi terpencil yang terjangkau oleh SPBU.
Terlebih di wilayah pegunungan Banjarnegara bagian utara, jumlah SPBU masih sangat terbatas.
Tetapi kasus demi kasus kebakaran di SPBU membuat pihaknya merasa harus lebih tegas menerapkan kebijakan itu.
Di Jawa Tengah, kata dia, sepanjang tahun 2019 ini terjadi kebakaran di tiga SPBU di tiga kabupaten berbeda.
Ini menjadi perhatian serius pihaknya karena menyangkut keselamatan banyak orang.
Setelah diselidiki musababnya, kebakaran itu disinyalir karena penggunaan jeriken saat pengisian bahan bakar.
Jeriken yang digunakan warga selama ini berisiko memicu kebakaran.
"Jeriken yang digunakan masyarakat tak sesuai standar, bisa picu kebakaran," katanya.
Sebenarnya pihaknya masih memberikan toleransi bagi masyarakat yang ingin membeli BBM menggunakan jeriken.
Tetapi dengan syarat, jeriken itu berbahan logam yang aman dari risiko kebakaran.
Nyatanya, imbauan itu pun tak juga dilakukan.
Ia mengakui jeriken yang sesuai standar itu harganya lebih mahal.
Tetapi keamanan mestinya menjadi prioritas.
Larangan penggunaan jeriken untuk membeli BBM, menurut dia, tak lain karena faktor keselamatan.
