Opini Mahasiswa

Manajemen Kinerja di Persimpangan: Dari Obsesi Angka Menuju Penguatan SDM yang Bermakna

Saat ini, pengukuran kinerja dilakukan melalui e-SKP dan sistem e-Kinerja BKN, yang memungkinkan penilaian capaian individu secara digital

Editor: Rustam Aji
dok.pribadi
Rhomadani Sinta Pratiwi, Mahasiswa Magister Administrasi Publik,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 

Pendekatan seperti ini menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap organisasi, sesuatu yang sering hilang ketika kinerja hanya diukur lewat angka.

Namun, tantangan besar masih mengadang. Budaya birokrasi yang hierarkis dan berorientasi formalitas membuat inovasi pengelolaan kinerja sulit berakar.

Banyak pimpinan masih memandang penilaian sebagai alat kontrol, bukan alat pengembangan. Sementara sebagian ASN merasa sistem penilaian tidak mencerminkan realitas kerja dan kontribusi mereka.

Di sinilah pentingnya menggeser cara pandang. Manajemen kinerja harus dipahami bukan sebagai alat ukur, tetapi sebagai alat tumbuh.

Pemerintah perlu menekankan aspek learning, feedback, dan capacity building dalam setiap siklus kinerja.

ASN tidak boleh diperlakukan hanya sebagai pelaksana target, tetapi sebagai pembelajar yang terus berkembang untuk melayani publik dengan lebih baik.

Peter Drucker pernah mengingatkan, “What gets measured gets managed, but not everything that can be measured matters.” Dalam birokrasi modern, kalimat ini amat relevan.

Baca juga: Prabowo Bertemu PM Albanese Bahas Penguatan Kemitraan Strategis Indonesia–Australia

Tidak semua yang terukur penting, dan tidak semua yang penting bisa diukur. Kini, saatnya manajemen kinerja ASN bergerak dari paradigma angka menuju paradigma makna.

ASN yang bermakna bukanlah yang sekadar mencapai target administratif, melainkan yang tumbuh dalam integritas, kompetensi, dan dedikasi. Jika manajemen kinerja dijalankan dengan orientasi pengembangan manusia, maka birokrasi Indonesia tidak hanya efisien secara sistem, tetapi juga hidup secara nilai.

Dan di situlah, sesungguhnya, reformasi birokrasi menemukan rohnya. “Manajemen kinerja yang sejati bukan tentang seberapa banyak laporan diselesaikan, tetapi seberapa besar manusia di dalam birokrasi tumbuh untuk melayani.” (*)

Penulis: Rhomadani Sinta Pratiwi, Mahasiswa Magister Administrasi Publik,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

 

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved