TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS- Kabupaten Banyumas telah mencuri perhatian dunia karena manajemen pengolahan sampahnya yang mengagumkan. Wajar Banyumas dinobatkan sebagai daerah dengan pengelola sampah terbaik se Asia Tenggara dalam acara bertajuk Smart Green ASEAN Cities (SGAC) Programe’s 2nd City Windows Series, 2023 lalu.
Yang menakjubkan dari model pengelolaan sampah di Banyumas di antaranya, kemampuan mengolah sampah menjadi sumber energi terbarukan.
Pagi itu, puluhan dump truck bermuatan penuh sampah hilir mudik memasuki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Banyumas. Deru mesin kendaraan itu beradu dengan bunyi alat berat dan teriakan para pekerja.
Sampah yang menggunung di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Berbasis Lingkungan dan Edukasi (BLE) di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Banyumas tak dibiarkan lama.
Tumpukan sampah itu langsung diproses menjadi berbagai produk bernilai guna. Di antaranya biomassa yang dihasilkan dari sampah organik warga.
Sampah yang didominasi limbah sayuran dan buah-buahan itu diproses dengan mesin penggilingan berkapasitas besar. Alat itu bekerja mengubah limbah organik yang masih kasar menjadi lebih halus.
Oleh para pekerja, bubur sampah tersebut kemudian digelar di lahan terbuka agar kering terpapar matahari.
"Seminggu sudah kering kalau cuaca bagus,”kata Teguh Aryo Utomo, Koordinator Lapangan TPA BLE Banyumas saat ditemui di kantor
Tak selesai di situ. Bubur sampah yang telah kering disaring dengan mesin pengayak untuk mendapatkan tekstur yang lebih lembut lagi. Hasil pemrosesan itu adalah bahan biomassa yang siap dikirim ke perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cilacap.
Oleh perusahaan, biomassa tersebut dipakai untuk bahan bakar pengganti batu bara (co firing).
Kolaborasi PLN dengan Pemkab Banyumas
Kerja sama pemanfaatan produk biomassa TPA BLE Banyumas oleh PLTU berawal dari adanya kesepakatan kerja sama antara PT PLN melalui Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas dan PT Sinergi Energi Utama, Juli 2024 lalu.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasojo menjelaskan, pemanfaatan biomassa dari sampah bagian dari upaya PLN untuk mewujudkan transisi energi.
Langkah ini bukan hanya menjadi solusi bagi masalah pencemaran di lingkungan masyarakat, namun juga ikut berperan menurunkan emisi.
Lebih dari itu, pengolahan menjadi biomassa juga sejalan dengan penerapan prinsip ekonomi sirkular.
“Perseroan secara langsung ikut memecahkan problem sampah untuk dijadikan produk multiguna dan menjadi bahan baku energi bersih,”katanya
Kolaborasi ini diharapkan mampu mendukung pembangunan daerah yang ujungnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping turut menjaga kelestarian lingkungan.
Terpisah, Pj Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro menyambut positif kerja sama dengan PLN tersebut. Pengolahan sampah organik menjadi biomassa untuk co-firing PLTU, menurut dia, menambah ragam produk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau TPA BLE di Banyumas.
Selama ini, selain biomassa, TPST dan TPA BLE sudah berhasil memproduksi olahan sampah bernilai jual di antaranya pupuk, bata paving, biji plastik hingga maggot.
“Pemkab Banyumas menyambut baik kerja sama ini,”katanya
Bahan Baku Energi Terbarukan Melimpah
Bahan baku biomassa yang dihasilkan dari TPST, Tempat Pengolahan Sampah 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) maupun TPA BLE Banyumas sangat melimpah.
Koordinator Lapangan TPA BLE Banyumas Teguh Aryo Utomo menyampaikan, produksi sampah masyarakat di Kabupaten Banyumas setiap hari mencapai 500 sampai 700 ton.
Sebagian besar adalah sampah organik yang bisa dijadikan biomassa. Sementara kebutuhan biomassa, khususnya untuk PLTU Cilacap sangat besar. Sampai saat ini, pihaknya baru mampu menyuplai antara 50 sampai 80 ton bahan baku biomassa untuk kebutuhan PLTU setiap bulannya.
"Kebutuhannya sangat besar. Nanti di PLTU masih diproses lagi untuk pengganti batu bara,”katanya
Bukan hanya sampah organik yang bisa diolah menjadi sumber energi terbarukan (biomassa). Sampah anorganik seperti plastik pun bisa disulap jadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Sampah plastik yang sulit terurai ternyata dapat diolah melalui proses Refuse Derived Fuel (RDF). Lewat teknologi tersebut, sampah anorganik dicacah menjadi keripik sampah untuk sumber energi yang dibutuhkan perusahaan. Prospeknya tak kalah menjanjikan dengan biomassa.
RDF yang diproduksi puluhan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di Banyumas maupun TPA BLE dijual ke PT Solusi Bangun Indonesia (BSI) di Cilacap. RDF dipakai sebagai bahan bakar pengganti batu bara untuk proses produksi pabrik semen di Cilacap.
"Jumlah KSM di Banyumas terakhir sudah 39, dan akan menjadi 42 KSM di tahun 2024 ini,”katanya
Ekonomi Sirkular
Pengolahan sampah menjadi energi terbarukan ternyata sudah dimulai di tingkat TPS 3 R atau TPST yang dikelola KSM. Seperti halnya di TPST Kedungrandu yang sampai saat ini memiliki 3000 pelanggan.
Direktur TPST Kedungrandu Wahidin mengatakan, rata-rata sampah yang masuk ke tempatnya tiap hari mencapai 15 ton.
Sampah yang masuk ke TPST langsung diproses di mesin gibrig sehingga sampah organik dan anorganik terpisah. Sampah yang telah terpilah lantas digilas menjadi bubur sampah. Bahan biomassa tersebut lah yang dibawa ke BLE untuk diproses lanjut dan dijual ke PLTU sebagai pengganti batu bara.
Pihaknya juga memproduksi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif yang dipakai perusahaan semen di Cilacap. Ia melihat potensi produksi sumber energi terbarukan di tempatnya sangat melimpah.
Wahidin mengungkap, dari 15 ton sampah yang ditampung di TPST tiap hari, 60 persennya adalah limbah organik yang bisa dibuat biomassa.
Sisanya sampah anorganik yang bisa diolah menjadi RDF, dimana keduanya jadi sumber energi alternatif pengganti batu bara.
"Sebagian besar sampah di kami organik dan bisa dibikin biomassa,”katanya
Model pengelolaan sampah terpadu bukan hanya berhasil melepaskan Kabupaten Banyumas dari status darurat sampah yang sempat tersemat.
Ternyata, dampak ikutan dari kegiatan pengelolaan sampah terpadu itu jauh lebih luas (multiplier effect). Wahidin melihat perubahan positif perilaku masyarakat yang kini lebih peduli terhadap persoalan sampah di lingkungannya.
Tak kalah menggembirakan, pengelolaan sampah secara terpadu mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan pengolahan sampah di TPST Kedungrandu misalnya, berhasil memberdayakan 40 karyawan yang sebagian adalah eks pemulung liar.
Omzet perbulan TPST kini sudah mencapai seratusan juta rupiah. Pendapatan itu diperoleh dari retribusi atas jasa pengelolaan sampah masyarakat dan industri. Juga dari hasil penjualan produk olahan sampah ke pelanggan.
Contohnya, sampah terpilah (rongsok), serta RDF atau bahan biomassa yang dijual ke perusahaan sebagai pengganti batu bara. Meski ia mengakui biaya operasional pengelolaan sampah di TPST tak kalah besar.
"Ke depan kami mantergetkan bisa menjangkau 5000 pelanggan,”kata Wahidin
Pengolahan sampah menjadi energi alternatif terbukti mampu problem lingkungan di Kabupaten Banyumas. Sebagaimana daerah lain, Kabupaten Banyumas tadinya pun pernah mengalami problem lingkungan yang pelik berkaitan dengan sampah.
Pada tahun 2018, saat Banyumas dipimpin oleh Bupati Achmad Husein, Pemerintah Daerah dibuat pusing lantaran ratusan ton sampah yang menumpuk tiap harinya tidak bisa dibuang.
Ini setelah beberapa TPA, yakni TPA Gunung Tugel, TPA Tipar Ajibarang dan TPA Kaliori ditutup karena mendapat penolakan dari warga.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) harus putar otak agar sampah bisa terbuang tiap harinya, syukur bisa diolah sehingga tidak menimbulkan masalah kemudian.
Pemkab yang sudah tidak lagi memiliki TPA saat itu bergerak cepat membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di lima lokasi berbeda. Keberadaan TPST menjadi solusi penanganan sampah sembari menunggu pembangunan TPA BLE di Kecamatan Kalibagor selesai.
Pemkab juga mendorong pendirian Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) di tingkat desa atau kelurahan yang dikelola Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
“Masing-masing TPST disiapkan alat untuk mengolah sampah,”katanya
Keberhasilan pengelolaan sampah dari hulu membuat kerja TPA BLE lebih ringan. Alhasil, TPA BLE hanya mengolah residu atau pekerjaan yang tidak terselesaikan di TPST dan TPS 3R.