TRIBUNBANYUMAS.COM, TEGAL- Universitas Pancasakti (UPS) Tegal saat ini memiliki guru besar di bidang Teknik Sipil dan Pengurangan Resiko Bencana.
Dia adalah Prof Dr Rr MI Retno Susilorini ST MT.
Wanita berusia 53 tahun yang akrab disapa Prof Rini itu, merupakan kelahiran Semarang.
Gelar guru besarnya tersebut didapatkan berdasarkan SK dari Kemendikbud Ristekdikti yang keluar, pada Desember 2023, lalu.
Dia menjadi dosen di UPS Tegal, sejak 2022.
Baca juga: Longsor Tutup Jalan Kabupaten, Akses Kejajar-Garung Wonosobo Dialihkan Melalui Rute Ini
Sebelumnya dia juga pernah menjadi dosen Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, pada 1994- 2022.
Prof Rini mengatakan, bidang keilmuannya adalah teknil sipil hidro dan struktur serta peran di pengurangan resiko bencana.
Bencana yang dimaksud adalah yang diakibatkan oleh perubahan iklim ataupum geoteknik.
Perubahan iklim seperti banjir dan rob, sedangkan geoteknik seperti tanah longsor, tanah bergerak, gempa bumi, dan tsunami.
"Kalau di Tegal ini seperti dampak bencana akibat perubahan iklim adalah rob. Ini perlu mendapatkan perhatian. Di kampus UPS Tegal saja banjir rob sudah masuk kampus," kata Rini kepada tribunjateng.com, Jumat (2/2/2024).
Rini menjelaskan, satu yang menjadi fokusnya di antaranya adalah responsif gender dalam pengurangan resiko bencana.
Ia menilai, tiap terjadi bencana maka perempuan dan anak-anak menjadi korban.
Sehingga perlu ada desain khusus yang disesuaikan dengan perempuan dan anak-anak. Mereka juga perlu mendapatkan perhatian khusus.
Apalagi guru besar teknik sipil perempuan di bidangnya terhitung sangat sedikit, se- Indonesia tidak sampai 10 orang.
"Saya memiliki angan-angan pengurangan resiko bencana yang responsif gender ini bisa disajikan di forum-forum PBB yang lebih besar dan didengar. Karena sebetulnya sudah banyak forum tetapi kurang membahas itu," ungkapnya.
Rini bertekad, gelar kegurubesarannya harus memberikan manfaat untuk masyarakat banyak, tidak sekadar hanya di belakang meja.
Baca juga: Terseret Banjir, Pekerja Proyek Bendungan Jragung Semarang Ditemukan Tewas
Tetapi tantangannya juga adalah perlu semangat dan kegigihan dari masyarakat terdampak.
Ia mencontohkan pada 2014-2021, memiliki desa binaan di Sayung, Kabupaten Demak.
Satu desa dari yang semula ada rumah menjadi hilang tenggelam selama kurun waktu 10 tahun.
Tetapi di desa tetangganya tidak tenggelam karena menanam mangrove sehingga air rob tidak masuk.
"Nah ini tantangan kita, masyarakat itu juga tidak mudah diberikan pendekatan, pemahaman dan kadang-kadang inginnya instan.
Padahal jika ingin hutan mangrove sebagai pertahanan alami itu tidak bisa 1 sampai 2 tahun. Hasilnya 10 tahun baru kelihatan, 15 tahun baru jadi," ungkapnya. (fba)