Berita Jateng
Wisata Brown Canyon Jadi Tempat Pembuangan Sampah, Warga Mulai Resah
Asap pekat itu datang dari arah Brown Canyon, sebuah kawasan yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata alam di wilayah Rowosari, Tembalang
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Lutfia (30), warga Perumahan Klipang, Semarang, tak pernah menyangka ketenangan tempat tinggalnya akan terusik oleh asap tebal yang kini nyaris hadir setiap hari.
Asap pekat itu datang dari arah Brown Canyon, sebuah kawasan yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata alam di wilayah Rowosari, Tembalang.
Meski secara jarak Klipang dan Brown Canyon terpaut sekitar 2,7 kilometer jika ditempuh melalui jalan raya, kenyataannya, asap terlihat jelas dan gangguan dari asap begitu nyata ia rasakan.
Dari halaman rumahnya yang menghadap ke hutan kecil dengan sebagian terlihat destinasi wisata Brown Canyon, Lutfia bisa melihat jelas kepulan asap yang membumbung dari area penggalian tersebut.
"Bau asap itu sampai ke dalam rumah. Asapnya tebal sekali. Saya punya anak. Karena ada anak kecil juga kan, jadi terganggu," kata Lutfia ditemui Tribun Jateng di rumahnya, Minggu (3/8/2025).
Ia menjelaskan, asap kerap muncul menjelang malam hingga pagi hari.
Baca juga: Sebabkan Banjir hingga Rendam Ribuan Rumah , Tanggul Kali Bodri Kendal Segera Diperbaiki
Bahkan, dari rumahnya, kobaran api terkadang terlihat jelas di kejauhan saat malam. Lantai rumah pun tak jarang ditemui serpihan hitam sisa pembakaran yang terbawa angin.
Ia juga menemui bau asap menempel di pakaian yang ia jemur di halaman rumah.
"Apinya sampai kelihatan kalau malam. Kalau asapnya biasanya terlihat sore sampai malam, pagi masih ada. Tapi entar kalau sudah jam segini (siang) sudah lumayan hilang," ungkapnya.
Menurut pengakuan Lutfia, kejadian ini mulai terasa sejak awal tahun 2024.
Sebelumnya, pada tahun 2023 saat dirinya mulai menempati rumah tersebut, ia belum mengalami hal serupa.
Ia menduga asap tersebut berasal dari aktivitas pembakaran di tempat pembuangan akhir (TPA) liar di sekitar Brown Canyon.
Kondisi ini membuatnya semakin resah. Terlebih ia mengaku memiliki anak yang masih Batita.
Ia mengaku anaknya sempat mengalami batuk karena asap yang ditimbulkan tersebut.
"Saya punya anak usia 1 tahun. (Efek yang ditimbulkan sejauh ini) mungkin batuk-batuk kecil ya," ucapnya.
Lantaran khawatir efek yang ditimbulkan dari asap tebal tersebut, Lutfia pun mengaku tak jarang mengungsi di rumah orang tua yang jauh dari lokasi perumahan.
"Antisipasinya, saya ngungsi ke rumah orang tua. Sering. Sampai sini pun kalau jam berapa gitu pernah asapnya kelihatan hitam," keluhnya.
Senada dengan Dedi (32), satpam diperumahan sekitar Klipang. Ia mengeluhkan asap tebal yang hampir setiap minggu menyelimuti lingkungan mereka.
“Biasanya seminggu dua kali. Kalau sudah sore dibakar, malamnya langsung tebal asapnya,” kata Dedi saat ditemui di pos satpam.
Ia menambahkan, dampak asap sudah dirasakan sejak lama, bahkan tak jarang ia mengalami keluhan pernapasan seperti sesak dan batuk.
Terlebih sebagai petugas keamanan, ia harus berada di poa satpam. Mau tidak mau, ia harus bersinggungan langsung dengan asap tebal itu.
"Bau juga. Jadi terasa dampaknya," ungkapnya.
Dedi di sisi itu melihat, ketiadaan tempat pembuangan resmi sebagai salah satu akar masalah.
Ia berharap pemerintah bisa menyiapkan TPA resmi seperti di Jatibarang.
Sebab menurutnya, jika dibiarkan terus-menerus, tumpukan sampah itu akan makin menggunung.
"Itu kan sudah menggunung di sana. Sekitar Kelurahan Sendangmulyo kena (asapnya). Harapannya ya jangan dibakar lagi. Buat TPA resmi," harapnya.
Baca juga: Kapolri Hadiri Haul Ponpes Buntet Cirebon, KH Marzuqi Mustamar Pembicara Utama
Sementara itu, di Kelurahan Rowosari, asap diakui warga tidak setebal di kawasan Barat.
Namun, warga mengaku asap ditimbulkan tersebut sudah biasa dilihat warga.
"Itu sudah biasa kalau orang sini."
"Kalau baunya, enggak. Lebih ke asap saja. Tapi kalau asap ya itu memang larinya ke barat. Sini tidak terlalu kena," ujar Kusno (49) warga Kelurahan Rowosari.
Kusno lebih lanjut mengaku tidak mengetahui dari mana sampah-sampah yang menggunung itu berasal.
Di kampungnya sendiri, ia menyebut setiap hari ada jasa pengambilan sampah. Namun ia tidak tahu dikemanakan sampah yang diambil tersebut.
"Ada yang ambil sendiri. Bayar Rp 20 ribu per bulan," ujarnya.
Lebih lanjut, Kusno berharap agar TPA liar bisa ditertibkan.
"Kalau bisa ditertibkan," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Arwita Mawarti menjelaskan, secara administratif kawasan Brown Canyon masuk wilayah Kabupaten Demak, dan sebagian besar pembuang sampah di lokasi tersebut diduga berasal dari wilayah Demak, bukan dari Kota Semarang.
"Mungkin kita perlu memberikan edukasi saja kepada masyarakat wilayah kita bahwa tidak boleh membuang sampah sembarangan," kata Arwita.
Sebagai upaya konkret, lanjutnya, DLH Kota Semarang berencana menambah Tempat Penampungan Sementara (TPS) di berbagai kelurahan.
Pihaknya merencanakan menambahan minimal satu TPS di setiap kelurahan menjadi target jangka pendek.
"Rencananya kami akan membuat beberapa tambahan TPS, namun kami belum bisa menyampaikan tambahan TPS di mana. Namun kami akan menambah TPS minimal 1 TPS di setiap kelurahan," katanya.
Terkait wilayah Rowosari yang berada dekat dengan kawasan Brown Canyon, ia menyebut DLH akan memperketat pengawasan dan pengelolaan sampah di titik-titik rawan pembuangan liar.
Wilayah ini dinilai perlu penanganan khusus karena kedekatannya dengan perbatasan wilayah administrasi.
"Kami sudah berusaha melayani tiap titik di kota Semarang. Namun kita perlu perketat wilayah Rowosari untuk tindak lanjutnya supaya tidak ada buangan liar di sana," imbuhnya. (idy)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.