Berita Jateng
Banyak yang Keliru, Begini Cara Penanganan Korban Gigitan Ular Menurut Dokter Spesialis Toksikologi
Dengan kolaborasi lintas sektor dan edukasi berkelanjutan, pihaknya berharap kejadian serupa dapat dicegah di masa depan.
Penulis: Indra Dwi Purmomo | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, KAJEN - Kasus gigitan ular di wilayah Kabupaten Pekalongan, menyita perhatian setelah seorang anak mengalami kondisi kritis akibat diduga terkena racun neurotoksin.
Dokter spesialis Toksikologi Dr. dr. Tri Maharani, menyebutkan bahwa penanganan kasus ini tidak bisa hanya mengandalkan rumah sakit.
Edukasi terhadap masyarakat, dan tenaga kesehatan menjadi hal yang sangat krusial.
"Masalah terbesar kita bukan cuma ularnya, tapi pemahaman masyarakat yang masih keliru soal penanganan pertama," ujarnya saat rilis yang diterima Tribunjateng.com, Senin (30/6/2025) usai kunjungi RSUD Kajen.
Menurutnya, banyak masyarakat masih menggunakan cara lama yang salah seperti menyedot luka, mengikat bagian yang tergigit, hingga menggunakan ramuan herbal.
Padahal, tindakan tersebut justru mempercepat penyebaran racun ke seluruh tubuh.
"First aid yang benar adalah imobilisasi, yaitu membuat bagian tubuh yang tergigit tidak bergerak sama sekal," tegasnya.
Baca juga: Akibat Pecah Ban, Kontainer Oleng Tabrak Rumah hingga Hancur di Kalinyamatan Jepara
Lebih lanjut, dr Tri menjelaskan, bahwa perubahan iklim juga menjadi faktor meningkatnya konflik antara manusia dan ular.
"Musim hujan di tengah tahun, seharusnya musim kemarau menyebabkan ular keluar dari habitatnya dan masuk ke lingkungan warga," ucapnya.
Sebagai respons cepat, Kemenkes bersama Dinas Kesehatan telah mendistribusikan 19 vial antibisa ular (antivenom) ke RSUD Kajen dan beberapa fasilitas kesehatan lainnya. Bantuan tersebut berasal dari berbagai provinsi termasuk Sulawesi, Bali, DKI Jakarta, dan juga hibah Kemenkes.
Tidak hanya itu, pelatihan untuk tenaga kesehatan juga diberikan agar mereka memahami tatalaksana medis gigitan ular yang sesuai standar WHO.
"Selama ini, topik ini hanya dibahas sedikit di kurikulum kedokteran maupun keperawatan. Makanya, kami buatkan pedoman resmi dan langsung latih petugas puskesmas dan rumah sakit,' jelasnya.
Meski belum dapat dipastikan spesies ular yang menggigit karena tidak adanya bukti foto atau spesimen, namun gejala yang muncul mengarah pada efek neurotoksin sistemik, yang umum ditemukan pada jenis ular berbisa tertentu di Indonesia.
"Selain pengobatan, aspek pencegahan juga ditekankan. Jangan tidur di lantai tanpa kelambu, apalagi di daerah yang rawan ular. Kelambu bukan cuma untuk nyamuk, tapi juga mencegah hewan berbisa masuk," ujar dr Tri.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan edukasi berkelanjutan, pihaknya berharap kejadian serupa dapat dicegah di masa depan.
"Warga diimbau untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gigitan ular dan tidak menggunakan metode tradisional yang tidak teruji," tambahnya. (Dro)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banyumas/foto/bank/originals/Ular-belakang-rumah-camat-Kerjo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.