Berita Jateng

Kisah Mahasiswa Rela Jadi Buruh untuk Kuliah, Kini Jadi Tersangka Buntut Aksi May Day di Semarang

anaknya juga buruh sekaligus mahasiswa sehingga ingin ikut demo karena hendak menyuarakan isu buruh.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: khoirul muzaki
iwan arifianto/Tribun Jateng
AKSI DEMO BURUH - Polisi menghalau para mahasiswa saat aksi demo peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Kamis 1 Mei 2025 lalu. Selepas demo, polisi menetapkan 6 mahasiswa sebagai tersangka kasus penyerangan polisi dan pengeroyokan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Polisi telah menetapkan enam mahasiswa Semarang sebagai tersangka buntut aksi buruh internasional atau May Day yang berujung kericuhan di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Kamis 1 Mei 2025 sore.

Para mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka meliputi  MAS (22), KM (19)  dan ADA (22).

Ketiganya merupakan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Tiga tersangka lainnya, ANH (19) mahasiswa Universitas Semarang (USM), AZG mahasiswa Muhammadiyah Semarang (Unimus) dan MJR (20) mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip).

Dalam konferensi pers, polisi menyebut keenam tersangka ini sebagai anggota Anarko.

Kelompok ini disebut polisi sebagai biang kericuhan aksi buruh tersebut.

Namun,  orangtua tersangka ANH (19), Supriana (50) membantah, keterlibatan anaknya sebagai Anarko.

“Anak saya bukan Anarko,” jelas Supriana kepada Tribun, Senin (12/5/2025).

Supriana menyebut, anaknya tidak terlibat kelompok Anarko karena  dalam aksi demo buruh tersebut anaknya hanya ikut-ikutan.

Anaknya bisa terlibat dalam aksi demo buruh karena diajak teman semasa SMP-nya yang berkuliah di Unnes.

Selain itu, anaknya juga buruh sekaligus mahasiswa sehingga ingin ikut demo karena hendak menyuarakan isu buruh.

Baca juga: Pasutri di Purbalingga Temukan Granat Aktif Saat Bersihkan Rumah, Ternyata Peninggalan Orang Tua

“Anak saya hanya diajak, dia pun baru pertama kali mengikuti aksi demonstrasi tersebut,” ungkapnya.

Anak Supriana memang seorang buruh. Dia menerangkan, anaknya selama ini sibuk berkuliah sambil bekerja sebagai petugas packing atau pembungkus paket di perusahaan ekspedisi.

Oleh karena itu, waktu anaknya telah habis untuk berkuliah dan bekerja.

“Anak saya setiap mau pergi selalu pamitan. Dia saat mau demo tidak berpamitan karena ketika saya tahu mau demo pasti tidak saya beri izin,” bebernya. 

Dia berharap, anaknya yang kini ditahan di Rutan Kelas 1 Semarang, Jalan Dr Cipto Semarang agar penahanannya bisa ditangguhkan.

Anaknya juga tidak pernah berbuat kejahatan. Selain itu, anaknya juga masih menempuh pendidikan.

“Saya tidak ingin dia putus kuliah karena ikut demo membela ibunya. Saya tidak ingin masa depannya saya hilang,” terangnya.

Dihubungi terpisah, Koordinator Tim Advokasi May Day Semarang M Safali mengatakan, pengajuan penangguhan penahanan terhadap keenam mahasiswa yang ditahan polisi masih terus dilakukan. Pihaknya kini masih melakukan koordinasi dengan para orangtua korban dan kampus asal para mahasiswa.

“Kami sedang menyiapkan sejumlah langkah selanjutnya untuk upaya hukum ke enam mahasiswa ini,” ucap Safali.

Menurut Safali, langkah terdekat yang dilakukan adalah dengan bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah untuk beraudiensi. Langkah kedua, pihaknya bakal melakukan pengajuan praperadilan untuk menguji keabsahan polisi dalam menangani kasus penangkapan mahasiswa ini.

“Kami juga sedang berupaya membuktikan adanya satu tersangka yang alami gangguan mental atau masuk sebagai difabel tetapi kasusnya terus dilanjutkan sehingga ada dugaan kesalahan penyidik dalam penanganan kasus ini,” ujarnya.

Sementara Tribun telah mengkonfirmasi kasus ini ke Kapolrestabes Semarang Kombes Syahduddi. Namun, upaya konfirmasi Tribun belum direspon. (Iwn)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved