Berita Jateng

Pasutri Pedagang Ketoprak di Tegal Naik Haji Tahun Ini, Sisihkan Rp 10 Ribu Per Hari

Pasangan suami istri warga RT 04 RW 06 Kelurahan Pekauman, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal itu, telah menanti selama 13 tahun sejak mendaftar

Fajar Achmad
CALON JAMAAH HAJI- Pasangan suami istri, Sugihartono (kanan) dan Mulyasih, pedagang ketoprak saat ditemui di rumahnya di RT 04 RW 06 Kelurahan Pekauman, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Kamis (24/4/2025). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, TEGAL- Mata Sugihartono (55) dan istrinya Mulyasih (50) tampak berkaca-kaca menceritakan perjalanannya menabung untuk menunaikan ibadah haji.


Mereka masih tak menyangka, cita-citanya untuk menunaikan ibadah haji dapat terlaksana tahun ini.


Pasangan suami istri warga RT 04 RW 06 Kelurahan Pekauman, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal itu, telah menanti selama 13 tahun sejak mendaftar, pada 2012 silam.


Keduanya sehari-hari bekerja sebagai pedagang ketoprak keliling.


"Kalau ada orang berangkat haji, hati kami ikut menangis bahagia. Saya berdoa, Ya Allah kapan saya dan istri bisa seperti teman-teman yang sudah berangkat duluan ke Tanah Suci," kata pria yang akrab dipanggil Pak Soleh, Kamis (24/4/2025).


Sugihartono berjualan ketoprak sejak masih bujang, pada 1993. 


Kemudian menikah dengan Mulyasih dan melanjutkan berjualan ketoprak bersama di tahun 1995.


Saat berjualan keliling, mereka berdagang sejak pagi hari pukul 09.00 WIB hingga sore hari.


Tetapi setelah berpangkal di sekitar kawasan Alun-alun Tegal, waktu berjualan sejak pukul 15.00 sampai 02.00.

Baca juga: Lahan 5 Hektar di Majenang Cilacap Disiapkan untuk Dibangun Sekolah Rakyat


"Sejak dulu rutinitasnya seperti itu, bangun pagi salat subuh ke pasar. Nanti sampai rumah, ibu sedang masak. Cuma berdua, tidak ada karyawan," ungkap Sugihartono. 


Menurut Sugihartono, sehari-hari istrinyalah yang telaten dalam menabung. 


Bahkan, sudah mulai menabung sejak menikah. 


Kedua anaknya pun selesai pendidikan hingga strata satu.


Anak pertamanya yang perempuan lulusan fakultas pendidikan di Universitas Pancasakti (UPS) Tegal. Sedangkan anak keduanya lulusan fakultas hukum di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).


"Bahagia sekali, terharu. Ingin nangis karena bisa terlaksana. Kami bisa menjadi tamu Allah," syukurnya.


Sementara itu, Mulyasih menceritakan, ia menabung uang hasil penjualan ketoprak sedikit demi sedikit. 


Dari harga ketoprak yang masih Rp 300 di tahun 1990-an, hingga harga sekarang Rp 13 ribu.


Uang yang dikumpulkan setiap hari itu, nantinya sebulan sekali ditabung di bank agar aman.


"Namanya dagang kan gak mesti. Jadi kadang sehari bisa menyisihkan Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, kalau sedang ramai ya sampai Rp 100 ribu," katanya. 


Tetapi saat itu, Mulyasih sudah membagi uang yang disisihkannya ke tiga tabungan.


Pertama untuk kebutuhan hari ini, lalu untuk masa depan anak, dan terakhir tabungan untuk hari akhir yaitu sedekah dan haji.

Baca juga: Tagih Janji Alus Dalane, Warga Dusun Sudan Purbalingga Terpaksa Bangun Sendiri Jalan Rusak


"Alhamdulillah di tahun 2012, kami bisa pesan dua kursi dengan total pembayaran Rp 50 juta. Tahun ini setelah dikatakan bisa berangkat, kami melakukan pelunasan," jelasnya. 


Menurut Mulyasih, keinginannya bersama suami untuk berhaji karena mempunyai prinsip hidup untuk mencari ketenangan. 


Hal itulah yang kemudian membuatnya tidak begitu menuruti hawa nafsu dunia seperti yang mewah-mewah. 


"Ibu lebih milih ketenangan, yang kecukupan, itu sudah bahagia. Prinsipnya bukan kemewahan tapi ketenangan," ungkapnya. (fba)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved