Opini Mahasiswa

OPINI UU TNI: Memperkuat Pertahanan Negara atau Mengancam Supermasi Sipil?

Pembahasan ini menimbulkan reaksi kontra dari masyarakat sipil karena berpotensi mengembalikan Dwifungsi ABRI yang mengancam demokrasi.

Kompas.com/Egadia Birru
TOLAK UU TNI - Poster penolakan revisi UU TNI dipasang di depan gedung Pemerintah Kota Magelang, Jumat (21/3/2025). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Kamis 20 Maret 2025 DPR-RI sudah mengesahkan RUU TNI menjadi UU TNI. Dimana banyak masyarakat sipil menolak terjadinya hal ini, lalu implikasi apa saja yang harus kita ketahui dan pahami mengenai problematika saat ini?

Sebelumnya, DPR-RI dan Pemerintah tengah mengebut pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pembahasan ini menimbulkan reaksi kontra dari masyarakat sipil karena berpotensi mengembalikan Dwifungsi ABRI yang mengancam demokrasi dan supremasi sipil.

Baca juga: Demo Tolak UU TNI di Depan DPR RI Ricuh, Semprotan Water Cannon Dibalas Molotov dan Kembang Api

29032025 mahasiswa uin saizu purwokerto
lham Alhamdi (Mahasiswa S1 Hukum Tata Negara (HTN) UIN Prof KH Saifuddin Zuhri (Saizu) Purwokerto)

Pertama, apa saja perbedaan antara militer & masyarakat sipil?

Warga negara dibagi menjadi dua berdasarkan status dan perannya, hukum, serta tanggung jawab pada negara, yakni Militer dan Warga Sipil.

Lantas apa perbedaannya?

Militer Dipersenjatai negara sebagai alat pertahanan sedangkan Warga Sipil Tidak dipersenjatai, menjalankan fungsi pengelolaan negara dan mengatur serta menjalankan kebijakan.

Baca juga: Demo Tolak UU TNI Ricuh di Malang, 10 Orang Dilaporkan Hilang

Militer ketika bermasalah diadili di Pengadilan Militer sedangkan Warga Sipil di Pengadilan Umum & Militer tidak boleh berpolitik (UU TNI No 34 Tahun 2004 & Pasal 39 amanat reformasi) sedangkan Warga Sipil memiliki kebebasan berpolitik dan memegang jabatan sipil.

Kedua, memiliki sejumlah pasal bermasalah. Diantarnya: Terdapat penambahan kementerian atau setingkat yang bisa dijabat oleh TNI Aktif.

Salah satunya adalah Kejaksaan Agung. Presiden berkewenangan menunjuk prajurit aktif untuk mengisi jabatan di Kementerian yang seharusnya diisi masyarakat sipil. Tentu saja ini bisa menjadi lahan bagi-bagi "kue".

(Pasal 47 Ayat 2) & Perluasan jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dari 14 menjadi 19. Ini menjadi bermasalah karena tidak ada peraturan yang mengatur secara rinci batasannya. Hal ini tentu saja mengancam berlangsungnya demokrasi di Indonesia.

Ketiga, apa dampaknya dari semua persoalan ini ?

Karena tidak ada peraturan yang mengatur secara rinci mengenai Kejaksaan Agung, maka ini akan berpotensi adanya konflik kepentingan dalam penegakan hukum.

Baik itu di dalam dan diluar ranah militer.

Baca juga: Video Demo Tolak UU TNI di Gedung Negara Grahadi Surabaya Memanas

Perlu diingat bahwasanya TNI dipersenjatai Contohnya adalah: Tuntutan yang bisa meringankan oknum TNI (karena diadili di Pengadilan Militer).

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved