Berita Internasional
45 Aktivis Prodemokrasi Hong Kong Divonis Hingga 10 Tahun Penjara Buntut UU Keamanan Nasional
Pengadilan Tinggi Hong Kong memenjarakan 45 aktivis prodemokrasi hingga 10 tahun, Selasa (19/11/2024).
Penulis: rika irawati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, HONG KONG - Pengadilan Tinggi Hong Kong memenjarakan 45 aktivis prodemokrasi hingga 10 tahun, Selasa (19/11/2024).
Pada tahun 2021, sebanyak 47 aktivis prodemokrasi juga ditangkap dan didakwa dengan tuduhan konspirasi untuk melakukan subversi di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing, dengan ancaman hukuman hingga seumur hidup.
Benny Tai, seorang mantan sarjana hukum yang diidentifikasi dalam putusan tersebut sebagai 'dalang' dari rencana para aktivis, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Sejauh ini, hukuman ini menjadi yang terlama di bawah undang-undang keamanan nasional tahun 2020.
Tuduhan tersebut terkait dengan pengorganisasian "pemilihan pendahuluan" tidak resmi pada tahun 2020, untuk memilih kandidat terbaik dalam pemilihan legislatif yang akan datang.
Jaksa penuntut menuduh para aktivis, berencana melumpuhkan pemerintah dengan melakukan tindakan yang berpotensi mengganggu jika mereka terpilih.
Persidangan ini pun mendapat kritikan dari sejumlah negara barat, di antaranya Amerika Serikat (AS) yang menggambarkan persidangan "bermotif politik".
Baca juga: Kritik Soal Protes Demokrasi Hong Kong, Aktor Donnie Yen Diminta Mundur dari Presenter Oscar 2023
Mereka pun menuntut pembebasan para aktivis demokrasi karena para aktivisi prodemokrasi telah berpartisipasi secara legal dan damai dalam kegiatan politik.
Sementara, Pemerintah Cina dan Hong Kong mengatakan bahwa undang-undang keamanan nasional diperlukan untuk memulihkan ketertiban setelah protes prodemokrasi massal pada tahun 2019, dan para demokrat telah diperlakukan sesuai dengan hukum setempat.
Persidangan Diawasi Ketat
Setelah persidangan selama 118 hari, 14 dari aktivitas prodemokrasi dinyatakan bersalah pada bulan Mei, termasuk warga negara Australia Gordon Ng dan aktivis Owen Chow dan Gwyneth Ho. Sementara, dua orang dibebaskan.
Sebanyak 31 orang lainnya mengaku bersalah dan 45 orang lain dijatuhi hukuman antara 4-10 tahun.
"Kejahatan kami yang sebenarnya untuk Beijing adalah bahwa kami tidak puas dengan hanya bermain-main dalam pemilu yang dimanipulasi," kata Ho, yang dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara, dalam sebuah unggahan di Facebook.
"Kami berani menghadapi rezim dengan pertanyaan: apakah demokrasi akan mungkin terjadi dalam struktur seperti itu? Jawabannya adalah tindakan keras di semua lini masyarakat," lanjutnya.
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengaku sangat prihatin dengan hukuman yang diterima para aktivis prodemokrasi.
Penny menyerukan kepada Tiongkok untuk "menghentikan penindasan terhadap kebebasan berekspresi, berkumpul, media, dan masyarakat sipil" di Hong Kong.
Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan kepada wartawan bahwa "tidak ada yang bisa terlibat dalam kegiatan ilegal atas nama demokrasi dan berusaha untuk menghindari hukuman hukum".
Dia menambahkan bahwa Beijing "dengan tegas mendukung" upaya Hong Kong untuk menjaga keamanan nasional.
Chow dijatuhi hukuman tujuh tahun sembilan bulan penjara, sementara aktivis terkemuka, Joshua Wong, dijatuhi hukuman empat tahun delapan bulan penjara, dan Hendrick Lui dijatuhi hukuman lebih dari empat tahun penjara.
Setelah itu, ibu Lui, Elsa Wu, berteriak: "Dia adalah orang yang baik... dia bukan tahanan politik... mengapa dia harus dipenjara?".
Pengacara beberapa terdakwa yang telah ditahan lebih dari 3,5 tahun, mengatakan bahwa mereka berharap, masa tahanan tersebut akan dikurangi dari hukuman.
Ini berarti, beberapa dari mereka dapat dibebaskan tahun depan.
Ruang Sidang Penuh Sesak
Hakim Andrew Chan, Alex Lee, dan Johnny Chan menulis bahwa dalam menjatuhkan hukuman, mereka mempertimbangkan berbagai faktor sebagai penilaian menyeluruh, terlepas dari apakah hal itu dilaksanakan atau tidak.
Beberapa di antaranya, tingkat perencanaan, jumlah orang yang terlibat, potensi bahaya yang ditimbulkan.
"Agar berhasil, para penyelenggara dan peserta mungkin memiliki rintangan yang harus diatasi, yang bagaimanapun juga sudah diperkirakan dalam setiap kasus subversi di mana upaya-upaya dilakukan untuk menggulingkan atau melumpuhkan pemerintah."
"Oleh karena itu, kami menolak dalil bahwa skema ini pasti gagal dan hukuman yang lebih ringan harus dijatuhkan," tulis para hakim.
Namun, para hakim memberikan pengurangan sepertiga hukuman bagi beberapa orang yang mengaku bersalah, termasuk Tai.
Ratusan orang telah mengantre sejak dini hari di luar pengadilan, banyak yang memegang payung di tengah hujan rintik-rintik ketika mereka mencoba mendapatkan tempat duduk di dalam ruang sidang utama dan beberapa ruang sidang tambahan.
Baca juga: TKW Asal Cilacap Dibunuh di Hong Kong, Pemerintah Jamin Pemulangan Jenazah dan Pemenuhan Hak Korban
Pihak berwenang mengerahkan polisi di luar gedung Pengadilan Magistrat Kowloon Barat dan beberapa blok di sekitarnya.
Mereka juga menerjunkan anjing polisi, truk lapis baja, dan kendaraan dengan lampu menyala.
Bahkan, beberapa orang digeledah dan diinterogasi.
"Saya merasa ketidakadilan seperti ini perlu disaksikan," kata Margaret, seorang warga yang telah berada dalam antrean sejak Minggu sore.
"Mereka (para anggota Partai Demokrat) perlu tahu bahwa mereka masih memiliki dukungan publik," lanjutnya.
Kritik Internasional
Keputusan tersebut, yang menurut para kritikus menodai peran Hong Kong sebagai pusat keuangan global, muncul ketika kota ini menjadi tuan rumah pertemuan keuangan internasional untuk menarik lebih banyak bisnis.
Calon Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang diusung Presiden terpilih Donald Trump, Marco Rubio, merupakan salah satu pengkritik keras pengadilan tersebut.
Dalam sebuah surat terbuka sebelumnya, ia mengkritik vonis tersebut sebagai bukti dari "serangan komprehensif terhadap otonomi, supremasi hukum, dan kebebasan fundamental di Hong Kong".
Berbicara di luar gedung pengadilan, Roxie Houge, kepala konsulat AS di bagian politik Hong Kong, mengatakan bahwa pemerintah AS mengutuk "penuntutan yang terus menerus terhadap individu-individu di sini, di Hong Kong, yang mengekspresikan pandangan politik mereka... menjalankan kebebasan berbicara".
Kantor kepresidenan Taiwan mengutuk pemenjaraan tersebut dengan mengatakan bahwa demokrasi dan kebebasan adalah nilai-nilai universal dan Taiwan akan terus berdiri dalam solidaritas dengan Hong Kong. (*)
Lucu, Trump Ngamuk Tak Terima Lapangan Kerja AS Disebut Turun, Pejabat Biro Statistik Pun Dipecat |
![]() |
---|
KBRI Pantau Kondisi Satria Kumbara, Tentara Rusia Eks TNI yang Minta Dipulangkan |
![]() |
---|
Sleeping Prince Pangeran Alwaleed Tutup Usia setelah Koma 20 Tahun, Berikut Profilnya |
![]() |
---|
Kondisi Terkini Kesehatan Presiden AS Donald Trump, Dokter Ungkap Penyebab Kaki Bengkak |
![]() |
---|
Dunia Sepakbola Berduka, Striker Liverpool Diogo Jota Tewas Kecelakaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.