Data Negara Bocor
Kata Pakar Digital Crime dari Semarang soal Sosok di Balik Akun Hacker Bjorka: Orang Indonesia?
Ahli IT atau pakar digital forensic dan digital crime dari Semarang, Solichul Huda juga menduga sosok di balik akun tersebut berada di Indonesia.
Penulis: Agus Salim Irsyadullah | Editor: mamdukh adi priyanto
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Akun hacker yang mengatasnamakan Bjorka membuat heboh beberapa hari terakhir ini.
Sosok di balik akun tersebut begitu misterius, namun banyak yang menebak bahwa pemilik akun tersebut merupakan orang Indonesia.
Pakar IT digital forensic dan digital crime dari Semarang, Solichul Huda juga menduga sosok di balik akun tersebut berada di wilayah hukum Indonesia.
Seperti diketahui Bjorka beberapa kali membongkar data para pejabat dari Tito Karnavian, Luhut B Pandjaitan, hingga Erik Thohir.
Baca juga: Menkumham Akui Kepemimpinan Mardiono di PPP, Begini Respon Suharso Monoarfa
Terbaru, akun ini juga menyebut nama dalang pembunuhan aktivis HAM Munir yang hingga kini otak pelakunya belum diungkapkan oleh aparat hukum.
Dalam akun Twitternya yang saat ini telah disuspen, Bjorka menyebut motif penyerangan adalah bentuk demonstrasi di era yang baru.
Pakar digital forensic Solichul Huda menyatakan bahwa munculnya Bjorka karena ada kepentingan tertentu.
Akun Bjorka, menurutnya sedang mencari popularitas demi kepentingan tertentu dengan mengaku sebagai pembobol data SIM card dan PeduliLindungi.
"Untuk kepentingan tertentu misalnya Pemilu 2024.
Insting saya hackernya aktifnya di wilayah hukum Indonesia.
Namun menggunakan IP (Internet Protocol) Proxy," tuturnya.
Baca juga: Penembakan di Rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo: Nomor WA Keluarga Brigadir J atau Yosua Di-hack
Alumni Ponpes Tadibul Qur’an ini juga menganggap jika kemampuan hacker akun Bjorka masih setara dengan hacker underground di Indonesia.
"Saya masih beranggapan ahli security underground kita masih lebih bagus," imbuhnya.
Hanya saja, lanjut Huda, pembobolan data dikemas dengan bermacam analogi untuk membuat masyarakat resah.
"Coba ganti ditantang bisa tidak membobol data bank nasional," tungkasnya.
Disinggung mengenai pembobolan data surat dinas presiden, Huda menganggap masih aman.
Baca juga: Bukan Serangan Hacker, Ini Penyebab Layanan Google Sempat Down
Sebab, kata Huda, yang dibaca pasti bukan data asli.
"Yang saya tahu surat rahasia itu dienkripsi (diubah dalam bentuk lain), sehingga seandainya dia bisa membobol pun belum tentu bisa membaca data aslinya.
Dalam teknik keamanan data, selama data tersebut tidak terbaca data aslinya, masih kategori data aman," imbuhnya.
Ia pun menyarankan kepada pemerintah untuk membuat sistem enkripsi secara mandiri dan bekerjasama dengan anak bangsa secara umum, khususnya dengan peneliti di perguruan tinggi.
Selain itu juga melibatkan para hacker undergroud yang memiliki banyak pengalaman dalam dunia keamanan data.
"Kalau aplikasi enkripsi buatan sendiri dengan algoritma sendiri, pastinya yang bisa mengetahui data aslinya hanya pembuat aplikasi dan penggunanya sendiri secara privat," paparnya.
Baca juga: Data Personel Kepolisian Diduga Diretas, Polri: Hoaks, Tak Ada Pembobolan Data SIPP
Terkait kasus pembobolan 1,3 miliar data kartu SIM oleh hacker, kata dia, ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dalam analisisnya, pria yang akrab disapa Huda ini menyebut mestinya yang bertanggung jawab adalah pemerintah lewat Penyelenggara Sistem Elektronik UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE Pasal 15 ayat 1 dan 2.
"Saya tegaskan mestinya yang tanggung jawab adalah pemerintah.
Tinggal bidang apa yang dikasih tanggung jawab pengamanannya, bisa BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) atau Kominfo atau penyelenggara sistem elektronik (PSE)," katanya.
Permasalahan itu menjadi tanggung jawab pemerintah lantaran ada dua hal.
Pertama, pemerintah mewajibkan registrasi SIM Card lewat lewat Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nomor 01/2018.
Kedua, pemerintah juga yang mewajibkan penggunaan aplikasi pedulilindungi lewat Menteri Komunikasi dan Informatika SE Nomor 171 Tahun 2020 tentang Penetapan Aplikasi Pedulilindungi dalam rangka pelaksanaan surveilans Kesehatan penanganan Covid-19.
"Dua hal itu yang mendasari saya mengapa pemerintah harus ikut bertanggung jawab," imbuhnya.(*)