Berita Klaten

Rumah Warna Hijau Masih Tegak di Dekat Proyek Tol Solo-Yogya di Klaten, Pemilik Belum Sepakati Harga

Terlihat rumah berwarna hijau masih tegak berdiri di dekat proyek Tol Solo-Yogya yang dikerjakan di Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Klaten.

Editor: rika irawati
TribunSolo.com/Ibnu Dwi Tamtomo
Rumah tingkat berwarna hijau terlihat masih berdiri tegak di tengah pengerjaan proyek tol Solo-Yogya yang terletak di Jalan Ki Ageng Gribig (Jalan Provinsi Klaten-Boyolali) di Dusun 2, Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Selasa (9/8/2022). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, KLATEN - Pembebasan lahan Tol Solo-Yogya di Klaten belum sepenuhnya rampung. Bahkan, terlihat rumah berwarna hijau masih tegak berdiri di dekat proyek nasional yang dikerjakan di Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Klaten.

Rumah tersebut milik Setya S (59), seorang guru di SMK Klaten.

Setya mengaku menolak ganti rugi Proyek Strategis Nasional Jalan Tol Solo-Jogja seksi 1.

Hingga hari ini, dirinya masih menunggu adanya musyawarah terkait harga tanah. Atau, opsi tukar guling.

Dikutip dari TribunSolo.com, Rabu (10/8/2022), Setya mengungkapkan, rumah yang dibangun tahun 1997 itu berdiri di lahan seluas 500 meter persegi.

Berada di tepi jalan raya milik provinsi, jalur Klaten-Boyolali.

Selain rumah, dalam satu lahan tanah itu ada juga toko yang dia bangun secara bertahap.

"Ditempat saya itu, UGR-nya Rp 2,5 juta. Yang saya tidak terima karena uang ganti rugi itu belum sebanding dengan harga standar pasar. Untuk saat ini, harga pasaran tanah di pinggir jalan raya provinsi itu sudah di atas Rp 3 juta per meter persegi," ungkapnya saat ditemu Selasa, (9/8/2022).

Baca juga: Tol Solo-Yogya Bakal Dilengkapi Jalur Sepeda mulai dari Kartasura hingga Klaten

Baca juga: PN Klaten Tolak Gugatan 7 Warga Terdampak Tol Solo-Yogya, Gugatan Dinilai Terlambat Diajukan

Padahal, harga tanah yang berlokasi tepat di depan bangunan miliknya dihargai lebih tinggi.

Padahal, menurut dia, tanah di depan bangunan miliknya itu memiliki harga pasaran lebih rendah lantaran kondisi tanah di bawah jalan sehingga memerlukan uruk jika akan dibangun sebuah rumah.

Setya mengatakan, perbedaan harga ini terjadi karena tim apreseal di tempatnya berbeda dengan tim apreseal tanah yang ada di depan rumahnya.

"Karena beda tim apreseal, tanah saya diharga beda. Maka dari itu, harganya beda, lebih tinggi yang seberang jalan dari pada punya saya," papar dia.

Setya memilih bertahan dan menunggu adanya musyawarah mufakat untuk menyelesaikan UGR Tol hingga ada kesepakatan.

"Karena saya belajar pengalaman dari kasus-kasus UGR yang lain, yang menempuh jalur hukum namun belum ada yang berhasil," ujarnya.

"Saya sampaikan kepada pihak yang terkait bahwa saya hanya ingin mendapatkan hak UGR sesuai dengan harga pasaran," jelasnya.

Sumber: Tribun Solo
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved