Berita Nasional

KPK Soroti LPG Bersubsidi, Penyalurannya Disebut Masih Banyak Masalah

KPK menilai kriteria spesifik atau definisi masyarakat miskin penerima subsidi serta jenis-jenis usaha mikro yang bisa menerima subsidi belum jelas.

Editor: deni setiawan
Staf Humas KPK
Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding. 

"Dampaknya, terjadi manipulasi pengisian logbook."

"Semakin banyak persentase ke pengecer, maka harga semakin tidak terkendali."

"Ada indikasi pembelian rutin dan jumlah banyak oleh UMKM/RT untuk dijual kembali," kata Ipi.

Pada simpulannya, KPK menilai upaya pemerintah untuk konversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG dengan subsidi harga komoditas tidak efektif.

Mekanisme pengendalian melalui distribusi tertutup juga dinilai telah terbukti gagal.

Atas temuan tersebut, KPK memberikan tiga rekomendasi kepada Pemerintah dan PT Pertamina (Persero).

Yakni evaluasi Perpres Nomor 38 Tahun 2019 terkait perluasan penggunaan LPG bersubsidi.

"Kedua, Pemerintah mengubah kebijakan dari subsidi harga komoditas ke Pertamina menjadi bantuan langsung (targeted subsidy) dalam bentuk cash transfer dengan utilisasi Basis Data Terpadu (BDT)."

"Atau sekarang dikenal dengan DTKS yang memiliki NIK sebagai target penerima subsidi energi," kata Ipi.

Ketiga, perbaikan database untuk target penerima usaha kecil menengah (UKM).

Adapun kajian ini dilakukan KPK dengan sejumlah latar belakang.

Salah satunya, anggaran subsidi yang terus membengkak.

"Subsidi minyak tanah pada tahun 2008 mencapai Rp 47,61 triliun."

"Setelah dialihkan menjadi subsidi LPG nilai subsidi justru meningkat menjadi Rp 58,14 trilliun."

"Ini menjadi beban yang terus membengkak bagi negara," kata Ipi. (*)

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved