Berita Jawa Tengah
Pupuk Bersubsidi Makin Langka di Kendal, Petani Siasati Bikin Racikan Bumbu Penyedap Rasa
Keterbatasan pupuk bersubsidi lantaran adanya pengurangan jatah dari Kementerian Pertanian (Kementan) mulai dirasakan para petani di sejumlah daerah.
Penulis: Saiful Ma'sum | Editor: deni setiawan
Petani lain, Purwadi juga kebingungan lantaran sulitnya beberapa jenis pupuk-subsidi' title=' pupuk subsidi'> pupuk subsidi di tempatnya.
Kata Purwadi, di wilayahnya Desa Putatgede Kecamatan Ngampel mengalami kesulitan terkait stok jenis SP-36 dan ZA.
Padahal, dua jenis pupuk tersebut biasa digunakan dalam merawat tanaman padinya seluas 1/5 hektare.
• Bruno Silva Blak-blakan, Rutin Tiap Minggu Cukur Rambut, Ini Alasan Bomber PSIS Suka Tampil Plontos
• Oktober Dimulai Lagi, PSIS Semarang Belum Kumpulkan Pemain, Ini Alasan Manajemen
• Terduga Teroris Meninggal, Dimakamkan di TPU Polokarto Sukoharjo
• Ini Sembilan Destinasi Wisata di Kabupaten Banyumas yang Sudah Boleh Buka
"Iya sulit cari dua pupuk itu, kalaupun ada harganya mahal."
"Padahal sangat berpengaruh pertumbuhan padi," tuturnya.
Untuk mensiasati itu, pemupukan pertama Purwadi tetap menggunakan Urea, ZA, dan juga SP-36.
Namun pada pemupukan tanaman tahap kedua, ia hanya mampu memupuk taman padinya dengan menggunakan urea dan NPK Phonska.
Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dari biasanya itu nampaknya berpengaruh pada hasil tanaman itu sendiri.
Kata Purwadi, urea dan phonska tidak bisa menggantikan peran ZA dan SP-36 dalam membentuk padi yang berisi.
Otomatis, hasil panen padi milik Purwadi terancam mengalami penurunan dari segi jumlah dan kualitas gabahnya.
"Jelas berdampak pada bobot biji padi."
"Ya gimana lagi daripada tidak dikasih sama sekali," ujarnya.
Dijelaskannya, biasanya tanaman padinya dapat menghasilkan hingga 3 ton gabah dengan taksiran pendapatan Rp 14 juta kotor termasuk biaya perawatan di dalamnya.
Dengan keterbatasan pupuk yang digunakan, Purwadi memprediksi hasil panenannya bisa saja turun 0,5-1 ton.