Berita Banjarnegara

Jasad MR Dilecehkan dan Ditimbun Sampah, Banjarnegara Ternyata Masuk Kabupaten Belum Layak Anak

Jasad MR Dilecehkan dan Ditimbun Sampah, Banjarnegara Ternyata Masuk Kabupaten Belum Layak Anak

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
KOMPAS.COM/FADLAN MUKHTAR ZAIN
K (33) tersangka pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap bocah SD berinisial MR di Banjarnegara, Jawa Tengah. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Angka kasus kejahatan seksual terhadap anak di Kabupaten Banjarnegara cukup tinggi.

Di awal tahun 2020 ini saja, Polres Banjarnegara telah mengungkap empat kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Satu di antara kasus itu bahkan berujung tragis.

MR (13), siswa SDN Prigi ditemukan tewas ditimbun sampah di kebun durian milik warga Desa Prigi, Sigaluh.

Ironisnya, selain dibunuh, korban juga diduga mengalami pelecehan seksual oleh tersangka, KR (34) yang tak lain tetangganya sendiri.

Tahun 2019 lalu, Polres pun mengungkap 13 kasus yang terkait dengan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), meski menurun dari tahun 2018 sebelumnya sebanyak 22 kasus, angka ini masih cukup tinggi.

Ini barulah kasus yang terungkap atau dilaporkan ke pihak Kepolisian sehingga ditindaklanjuti.

Kasus kejahatan terhadap anak yang belum terungkap atau tidak dilaporkan bisa jadi lebih banyak.

Anggota DPRD Banjarnegara Lilis Ujianti mengatakan, kenyataanya, tidak semua korban berani mengadukan pelecehan yang dialami ke pihak berwajib.

Alih-alih melapor ke polisi, korban bahkan malu untuk terang-terangan kepada orang terdekat atau orang tua.

Ini tak lepas dari kultur masyarakat yang memberikan stigma terhadap korban kejahatan seksual.

Alih-alih mendapat perlindungan, anak korban kejahatan seksual bahkan semakin menderita karena label negatif yang disandangnya.

"Misalnya ada kekhawatiran ketika mengadu, masyarakat akan tahu bahwa anak itu pernah diperkosa.

Sehingga dia memilih merahasiakan kasusnya sendiri,"katanya

Pengawasan orang tua dan lingkungan terhadap aktivitas anak menjadi penting untuk menghindarkan mereka dari ancaman kejahatan.

Peran orang tua, menurut dia, sangat dibutuhkan dalam upaya perlindungan hak anak.

Keterbukaan anak terhadap orang tuanya akan terjadi jika terjalin kedekatan di antara keduanya, termasuk ketika anak mengalami masalah kekerasan seksual.

"Orang tua kurang menjadi tempat curhat bagi anak-anaknya. Padahal pergaulan anak di era medsos semakin tak terkontrol," katanya

Kabupaten Banjarnegara ternyata menjadi satu di antara tiga kabupaten atau kota di Jawa Tengah yang belum memenuhi syarat kota atau kabupaten layak anak.

Selain Banjarnegara, dua kabupaten lainnya yang belum layak anak adalah Kabupaten Purbalingga dan Wonogiri Jawa Tengah.

Ini berarti Banjarnegara dianggap belum mencapai indikator sebagai kabupaten layak anak.

Lilis mengatakan, ada 24 indikator kota atau kabupaten layak anak.

Di antara indikator itu, Pemerintah Daerah harus memiliki kebijakan atau peraturan daerah tentang perlindungan anak dan dilaksanakan.

Kabupaten atau kota itu juga harus dilengkapi dengan fasilitas publik yang ramah bagi kehidupan anak.

Anak juga harus mendapatkan hak perlindungan, termasuk dari tindakan kekerasan seksual yang mengancam mereka.

Selain kejahatan seksual, Kabupaten Banjarnegara menurut dia juga masih menghadapi persoalan tingginya kasus pernikahan dini, serta pemerkerjaan anak di bawah umur.

Pihaknya ikut berupaya agar Kabupaten Banjarnegara mencapai indikator sebagai kabupaten layak anak. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved